Postingan

Mas Habibie, Personal Trainerku - Ch. 5 | Mario

Cerita sebelumnya: Habibie memberikan berbagai sentuhan yang merangsang, mencoba untuk memancing Alvan agar bernafsu kepadanya. Namun, Alvan tampaknya tidak menggubris apapun yang dilakukan oleh Habibie. Hal ini membuat Habibie kecewa dan juga malu atas tindakannya, namun membuatnya semakin penasaran dengan kebenaran orientasi seksual yang dimiliki oleh Alvan. Diapun mulai untuk bertanya berbagai hal kepada orang yang dikiranya dekat dengannya. Namun, jawaban orang tersebut juga tidak mengubah keyakinan yang dimilikinya.   Di dalam bilik ini, tubuhnya mematung seperti kehilangan daya hidup. Tubuhnya terasa sangat sakit, terlebih di bagian tangan dan juga punggung. Hal tersebut yang digunakan sebagai alasan oleh lelaki yang tiba-tiba merangsek masuk ke dalam bilik tersebut dan menggangu privasinya. Bukan hanya tiba-tiba masuk tanpa ada diminta, dia juga benar-benar melanggar adab dan norma yang diketahuinya selama ini. Lelaki itu tiba-tiba saja menyentuhnya dengan lidahnya di bagi

Mas Habibie, Personal Trainerku - Ch. 4 | Sekotak Rasa

Cerita sebelumnya: Hari pertama Alvan di tempat gym dimulai dengan beban yang sangat berat sehingga dia tidak bisa untuk menggerakkan tangan dan tubuh bagian atasnya. Dia dilatih langsung oleh Habibie yang penasaran dengan orientasi seksualnya, sehingga dia memberikan siksaan yang berat kepada Alvan untuk menguji dirinya. Habibie juga memancing dia dengan memberikan berbagai sentuhan, yang dianggap biasa saja oleh Alvan. Ruangan kamar mandi tempat gym ini cukuplah luas, dilengkapi dengan sekitar delapan bilik mandi yang juga sudah ada shower serta sampo yang dapat digunakan oleh member gym tersebut. Tiap bilik disekat dengan sekat kayu yang dilapisi cat berwarna coklat, dimana terdapat lampu sorot di tiap biliknya. Hanya saja, bilik tersebut memang tidak memiliki kunci, sehingga satu-satunya tanda untuk menandakan bahwa bilik itu sedang digunakan hanya dengan gantungan handuk yang berada di depannya. Disudut ruangan juga terdapat sebuah keranjang dari kayu dimana para member d

Mas Habibie, Personal Trainerku - Ch. 3 | Loker 102

Cerita sebelumnya: Berkisah mengenai keputusan Alvan untuk memulai gaya hidup sehat untuk menjadikan badannya lebih berisi dan berbentuk. Diapun berkonsultasi dengan teman sekantornya, Markus, tentang tempat gym yang sesuai dengan budget dirinya. Dia bertemu dengan Habibie untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dimana Habibie memiliki paras dan karakteristik seperti pria arab dengan tubuh yang tinggi, mata coklat, kulit putih dan memiliki bulu yang cukup lebat di sekujur tubuhnya. Di pagi hari yang masih sepi penghuni jalanan, Alvan sudah bangun sejak subuh tadi dan mempersiapkan berbagai kebutuhan yang akan dibawa olehnya nanti. Termasuk sarapan dan makan siang yang cukup banyak, dimana dia meyakini bahwa resep yang ditemukannya dari internet tersebut benar-benar manjur untuk membantunya menaikkan berat badannya. Dia juga menyempatkan untuk mempersiapkan pakaian olahraga serta berbagai pakaian pengganti yang akan dipakai olehnya untuk berangkat ke kantor nantinya. Untuk ukuran

Mas Habibie, Personal Trainerku - Ch. 2 | Pertemuan Pertama

CHAPTER TWO Cerita sebelumnya : Berkisah mengenai rasa malu Alvan ketika berada di kantor, terlebih kepada teman-temannya yang sebaya, seperti Markus dan Gary. Rasa malunya semakin bertambah ketika mereka sedang outing kantor karena hasil pencapaian perusahaan mereka tahun lalu, dimana terdapat pemilihan the best look man yang mana Alvan memenangkan the best thin man ever. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk mulai memperbaiki tubuhnya, sekembalinya dia dari outing kantor mereka tersebut.             Rasanya sungguh malu untuk maju dan naik ke atas panggung untuk menerima sebuah penghargaan yang sebenarnya lebih mirip dengan penghinaan. Lagipula, ada-ada saja ide orang yang membuat penghargaan demikian memalukan, terlebih yang berkaitan dengan fisik seseorang yang sudah seperti bawaan lahir bagi dirinya. Tidak ada yang menginginkan tubuh kurus kerempeng seperti ini, terlebih di umur yang sudah lewat kepala dua, tak ada sedikitpun terbersit di pemikirannya.             “Sil