Journal of Exaudi - Chapter 19
Kelabu dan biru. Hanya itu
warna jiwa yang dimiliki oleh Exaudi sekarang. Tak ada ubahnya seperti pria
yang kehilangan setengah kehidupannya, sungguh menyedihkan. Tak ada sedikitpun
rasa yang dirasakannya kini. Hatinya seperti telah mati dan kehilangan kemampuan
untuk merasakan kebahagiaan. Ataupun rasa sayang. Semuanya hilang bagaikan
dihembus angin danau kala itu, tenggelam bersama dengan daun-daun yang jatuh ke
dalam kolam dan dimakan oleh ikan-ikan.
Manusia manapun
pasti memilih mati dibandingkan memiliki perasan yang dimiliki oleh Exaudi sekarang.
Mati dengan menceburkan diri ke danau ini. dengan meminum racun ataupun
ditabrak oleh kereta sekalian. Mati sepertinya cara yang sangat tepat untuk
mengakhiri sakit yang ada di jiwanya. Sakit yang entah mengapa masih tinggal
walau waktu telah berjalan sekian.
Terbenak di
hatinya mengapa Tiara tidak menembak mati saja dirinya ketika memberitahukan
kebenaran yang membuat dirinya hidup rasa mati seperti ini. Dia yakin Tiara
ingin membuat dirinya mati perlahan-lahan dengan mengenaskan sambil menertawai
kebodohan serta penyesalan dirinya. Dia yakin bahwa sekarang Tiara dan Arman
sedang menertawakan bagaimana sedihnya kehidupan yang sekarang ini dia rasakan.
Namun
Exaudi tidak dapat berbuat apa-apa. Dia hanyalah pria biasa sama seperti
lainnya. Pria yang dengan tulusnya memberikan segala cintanya, hatinya, dan
kepercayaannya kepada orang yang salah. Dan dengan arogannya, cinta itu
dipermainkan, digantungkan, diinjak-injak layaknya sebuah sampah yang tidak
berharga sama sekali.
Harapannya
untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan bahagia hancur sudah. Di dalam
keputusasaan, Exaudi hanya bisa meratapi kemalangan yang dimiliknya dan tidak
pernah berusaha bangkit dari keterpurukan yang melanda dirinya. Kini dia hanya
bisa makan, tidur dan buang air. Terkadang-kadang jika dia bosan di rumah, dia
akan pergi berjalan-jalan ke luar rumah untuk mencari angin segar dan kembali
sore hari.
Baginya hal
ini merupakan sesuatu hal yang biasa dan dianggapnya normal. Karena dia merasa
perlu untuk menghirup udara segar dan menghilangkan kejenuhan yang ada di
pikirannya. Namun berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh orang-orang yang
dilalui olehnya ketika berjalan melewati mereka. Orang-orang itu menganggap
Exaudi adalah seseorang yang aneh, gila dan seperti kehilangan kewarasan.
Sebab
seringkali dia berjalan-jalan seperti orang linglung tanpa tujuan dan kemudian
di tengah jalan menepi hanya untuk menangis. Terkadang dia juga berjalan sambil
tertawa sendiri, padahal tidak ada satupun kejadian yang lucu terjadi di
sekitar dirinya. Terkadang dia juga mengamuk ataupun marah-marah jika melihat
wanita yang memiliki perangai seperti Tiara.
Hal ini
membuat ibunya khawatir dengan keadaan Exaudi sendiri. Berbagai doa sudah
dipanjatkan di setiap sembahyang dengan harapan diberi petunjuk tentang kondisi
anaknya itu. Ibunya juga membawa Exaudi ke psikolog untuk kembali menyehatkan
kondisi mental anaknya yang sudah sangat buruk. Dan cara samping juga sudah
dilakukan olehnya, dnegan membawa anaknya itu ke tempat orang pintar ilmu
perdukunan.
Tindakan
ini bukan tidak beralasan. Sudah seringkali anakya itu keluar rumah tanpa
sepengetahuannya dan akhirnya membuat dirinya mencari anaknya itu di seluruh
penjuru daerah tempat tinggalnya itu. Seringkali dia mendapati anaknya itu menangis
tersedu-sedu seperti orang gila. Terkadang dia juga mendapati anaknya itu
sedang disorak-soraki dengan sebutan ‘orang gila’ oleh anak-anak nakal yang
sedang bermain di sekitar situ.
Hatinya
tidak hanya teriris melihat kondisi anaknya seperti itu. Melainkan luluh
lantak! Berkeping-keping dan tak terbentuk lagi. Wanita itu hanya bisa
menitikkan air mata mendapati anaknya menjadi seperti itu. Namun dia tidak bisa
melakukan apa-apa untuk anaknya itu. Dia hanya bisa menjauhkan anaknya dari
kerumunan orang-orang yang menganggapnya gila.
Kegilaan
anaknya itu bertambah seiring dengan berjalannya waktu, hari demi hari. Ada
saja kelakuannya yang mencerminkan seperti orang gila dilakukan oleh anaknya di
rumah maupun di luar rumah. Terkadang dirinya harus mengunci kamar anaknya itu
dari luar untuk memastikan bahwa anaknya itu tidak akan kabur dari kamar dan
melakukan kegilaannya itu.
Namun
keputusannya itu ternyata membawa celaka bagi dirinya. Dia pikir bahwa dengan
mengurung anaknya sendiri di dalam kamarnya karena kelakuan gilanya dapat
membuat anak itu menjadi lebih baik. Ternyata tidak. Hal itu justru memperburuk
keadaan. Anaknya justru ingin bunuh diri diperlakukan seperti itu. Dan entah
sudah berapa kali anaknya itu ingin bunuh diri namun digagalkan oleh dirinya
sendiri dan suaminya yang sama-sama bingung serta pasrah dengan apa yang
terjadi kepada anaknya itu.
Di lain
sisi, Dika juga merasakan hal yang sama. Kesedihan serta kekecewaan juga
hinggap di dalam dirinya. Dia merasa telah gagal menjadi seorang ayah yang
bertugas untuk menjaga anaknya. Terlebih lagi dia juga merasa kecewa dengan
kenyataan yang juga menghantam sama kerasnya dengan apa yang dirasakan oleh
Exaudi. Dia selama ini ternyata memiliki pemikiran yang salah.
Dia pikir
bahwa Exaudi mencintai dirinya seperti dia mencintai Exaudi. Ternyata kenyataan
pahit menghantam kalbunya. Dia selama ini tidak dianggap apa-apa oleh pria yang
sudah ditidurinya itu. Dia selama ini hanya dijadikan sebagai alat untuk
melampiaskan nafsu anaknya itu dan dengan bodohnya dia tetap mau untuk
melakukan hal itu.
Dia
mengetahui hal ini setelah istrinya menceritakan hal tersebut kepada dirinya
ketika memberitahukan bahwa Tiara akan menikah dengan Arman. Istrinya itu
menjelaskan secara jelas bahwa Exaudi pernah ingin menjadikan Tiara sebagai
istrinya setelah Exaudi menyatakan perasaannya itu kepada Tiara. Namun hal itu
ditolak oleh Tiara yang secara terang-terangan mengaku bahwa dirinya sedang
hamil dan dihamili oleh Arman.
Istrinya
itu lantas menyuruh dirinya untuk menghadiri pernikahan mereka sebagai
perwakilan keluarga mereka. Karena mengingat keadaan Exaudi yang seperti ini
sangatlah tidak mungkin untuk mereka berdua untuk pergi kesana bersamaan. Dan
dengan berat hati dia harus menyetujui permintaan itu. Karena di hatinya tak
pernah terbersit sama sekali keinginan untuk berhubungan dengan mereka berdua
yang sudah membuat Exaudi demikian.
Di hari dan
tempat yang sudah ditentukan, Dika akhirnya mempersiapkan dirinya untuk
menghadiri pernikahan Tiara dan Arman. Dengan berpakaian rapi, dia melangkahkan
kakinya menuju tempat resepsi setelah dia berpamitan kepada istrinya. Di
hatinya, dia hanya ingin menjalankan tugasnya itu dan segera balik setelah
memberikan selamat kepada mereka, tidak lebih dan juga tidak kurang.
Namun hal
itu berubah ketika Dika melihat betapa bahagianya Tiara dan Arman yang sedang
duduk di bangku pelaminan itu. Mereka tertawa dan tersenyum lebar seperti orang
yang tidak bersalah dan tidak pernah melakukan apapun. Mereka pikir bahwa semua
masalah akan baik-baik dengan memelas minta maaf dan bersujud di kaki orang.
Mereka pikir bahwa semuanya baik-baik saja setelah apa yang mereka lakukan
kepada Exaudi dan menganggap semuanya sudah berdamai. Tidak! Tidak semudah itu
cara hidup di dunia ini.
Dengan
segala keberanian yang dimilikinya, Dika berusaha agar dapat berbicara dari
hati ke hati bersama dengan keduanya. Dia ingin memberitahukan kenyataan yang
mungkin mereka tidak tau atau pura-pura tidak peduli dengan yang terjadi.
Sehingga setidaknya dia dapat melampiaskan perasaannya yang sekarang ini sedang
terusik luar biasa dengan suasana bahagia pernikahan ini.
“Ada hal
penting apa paman memanggil kami seperti ini?” ucap Arman yang sepertinya tidak
suka dengan ajakan Dika.
“Benar
paman. Lebih baik paman langsung saja berucap ke intinya dengan
sejelas-jelasnya, sebab tamu begitu banyak menunggu kami di depan sana” lanjut
Tiara yang dengan sangat menawan menggunakan baju adat.
“Apakah
kalian sadar mengapa aku hanya datang sendirian ke pesta kalian?” tanya Dika
kepada mereka berdua.
Untuk
sesaat mereka kemudian menyadari apa yang diucapkan oleh Dika. Mereka baru
menyadari bahwa Dika datang seorang diri tanpa kehadiran Exaudi dan juga
Ibunya.
“Apakah
bibi juga ikut marah kepada kami? Bukankah dia mengatakan akan datang ke pesta
kami?” ucap Tiara bingung.
“Tidak.
Bibimu tidak marah kepadamu Tiara ataupun Arman. Dia sangat memberkati
pernikahan kalian berdua dan anak yang sekarang berada di kandunganmu. Dia
berpesan agar kau tetap menjaga kesehatanmu sampai bayi itu lahir. Hanya saja
dia memang tidak bisa hadir ke pernikahan kalian” ucap Dika dengan lemah.
“Apakah
bibi sedang sakit sekarang? Apakah dia terlalu memikirkan kami sampai sebegitunya?”
tanya Tiara dengan nada yang ingin tahu. Dika dapat melihat wajah bersalah di mukanya
dan wajah bertanya-tanya di muka Arman. Dan Dika pikir, ini adalah saat yang
tepat untuk memberitahu mereka.
“Tidak.
Bibimu tidak sedang sakit. Dia sedang menjaga Exaudi di rumah kami” ucap Dika.
“Apakah
Exaudi sedang sakit? Apakah dia masih marah kepada kami berdua?” tanya Tiara
dengan nada yang serius.
“Ya. Dia
sedang sakit. Hatinya yang masih mencintaimu itu sedang sakit Tiara. Dan bukan
hanya hatinya, namun jiwanya juga kini sedang sakit dan terganggu. Sedikit demi
sedikit kewarasannya sudah menghilang karena kejadian itu” ucap Dika dengan
tegas.
Dika dapat
melihat perubahan raut wajah mereka berdua. Mereka seolah tidak percaya dengan
apa yang diucapkan oleh Dika barusan. Terlebih Arman yang sedang berpikir bahwa
Dika sedang melebih-lebihkan keadaan yang dialami oleh Exaudi sekarang. Arman
masih berpikir bahwa Exaudi adalah orang yang kuat hatinya dan bisa mengatasi
segala keadaan yang ada. Namun Arman seolah lupa, bahwa Exaudi dapat seperti
itu karena kehadirannya dulu. Dan sekarang, Exaudi harus menghadapinya sendiri
dan ditambah lagi bahwa dialah sumber masalahnya. Sungguh bodoh memang Arman
ini!
“Jangan
bercanda paman. Aku tau bahwa paman melebih-lebihkan keadaan kan?” tanya Arman
dengan tawa sinis.
“Oh
begitukah pemikiranmu? Sungguh ironi Exaudi memiliki teman seperti dirimu. Kau
pikir untuk apa aku mendatangi pernikahanmu yang tidak penting ini? Asal kau
tau saja, jika kalau tidak karena keadaan dan permintaan istriku, aku tak sudi
untuk menginjakkan kaki disini” tegas Dika sambil tersenyum sinis kemudian.
Di lain
pihak, Tiara sudah menitikkan air mata. Tiara masihlah seorang wanita yang
memiliki hati yang lembut dan menyayangi sahabatnya itu. Di lubuk hatinya, tak
ada sama sekali niatan untuk membuat Exaudi menjadi demikian seperti yang
diucapkan oleh Dika. Dan ingin rasanya dia meninggalkan acara pernikahannya ini
untuk melihat sendiri dengan mata kepalanya bagaimana keadaan Exaudi sekarang.
“Paman.
Jika benar yang terjadi demikian, apa yang harus kami lakukan untuk menebus
kesalahan kami ini? Kumohon maafkanlah kami paman” ucap Tiara sambil berlutut
dan menangis tersedu-sedu.
Arman hanya
bisa kaget melihat perlakuan istrinya itu kepada lelaki yang sangat dia tidak
suka ini. Namun dia tidak dapat menghentikan perbuatan istrinya itu dan hanya
bisa memandangi dengan penuh prihatin. Dan di hati Dika, dia menyadari bahwa
memang benar Tiara tidak memiliki kehendak untuk melakukan hal yang demikian
kepada anaknya itu. Dan sepertinya keadaanlah yang membuat dirinya seperti ini.
“Oh anakku.
Berdirilah, tidak perlu kau bertelut seperti itu meminta maaf kepadaku. Aku
sudah memaafkanmu sebelum aku menghadiri pestamu ini. Namun aku hanya meminta
satu hal saja padamu dan juga suamimu ini. Kumohon kalian tidak usah lagi
datang ke dalam kehidupan Exaudi. Aku ingin dia melupakan rasa sakitnya dan
memulai untuk membuka lembaran baru untuk masa depannya. Maukah kalian
melakukan hal itu?” tanya Dika kepada mereka.
“Lantas.
Bagaimana kami dapat meminta maaf kepadanya jika kami tidak dapat bertemu
dengannya?” tanya Arman.
“Hal itu
tidak perlu. Aku akan menyampaikan hal itu kepadanya. Lagipula, buat apa kita
bertemu dengan ular jika ular tersebut nantinya akan mematuk kita. Lebih baik
tidak usah bertemu sekalian” ucap Dika berkias.
Arman
merasa dirinya sedang disindir oleh Dika. Namun dia tidak dapat menyangkal
segala ucapan serta kiasan yang diucapkan oleh Dika tersebut. lagipula, Dika
mengatakan hal yang benar dan sesuai dengan keadaan, jadi tidak ada alasan
untuk dirinya untuk emosi atas ucapan pria yang sudah mulai berumur itu.
“Baiklah.
Aku akan pulang saja karena ini sudah agak larut. Sekali lagi selamat kuucapkan
untuk kalian berdua dan semoga menjalani hidup baru dengan sejahtera. Serta
semoga anak kalian sehat selalu dan memberikan rezeki yang melimpah kepada
kalian” ucap Dika sebelum berlalu meninggalkan Arman dan Tiara yang sekarang
merasa bersalah atas apa yang sudah mereka lakukan. Dan suasana pernikahan itu
akhirnya berubah menjadi murung dan tidak segembira sebelum Dika mengatakan
kenyataan pahit itu.
Dika
kemudian kembali ke rumahnya uintuk membantu menjaga anaknya itu. Berbagai
keanehan yang dilakukan anaknya itu membuat Dika juga ikutan bersedih atas
keadaannya kini. Tak pernah terbayang bahwa lelaki yang dicintainya itu, yang
juga anak tirinya itu menjadi seperti ini. Menjadi seorang yang gila karena
cintanya yang tidak kesampaian.
Jika saja
Dika sama seperti Exaudi. Mungkin sekarang Dika akan dirawat di rumah sakit
jiwa bersama dengan pasien yang memiliki gangguan mental lainnya. Namun Dika
sudah cukup tua untuk menjaga serta mengatur perasaannya itu. Dia memang
bersedih akan kenyataan yang terjadi, namun dia tidak membawanya
berlarut-larut. Dan dengan segala upaya, dia mencoba untuk mengobati
perasaannya sendiri.
Dan malam
ini. Dia berniat untuk tidur sekasur dengan anaknya itu. Sudah sekian lama dia
tidak memeluk anaknya itu karena tingkah gila nan tak waras yang dilakukan
anaknya itu. Kelakuannya itu membuat Dika juga was-was serta prihatin dengan
kondisi dari Exaudi sendiri. Yang bisa dia lakukan adalah selalu waspada
bilamana hal buruk akan dilakukan oleh Exaudi nantinya.
“Selamat
malam nak. Ayah boleh masuk?” tanya Dika di pintu kamar Exaudi. Dia dapat
melihat anaknya sedang terduduk melamun sambil melihat keluar jendela kamarnya.
Setelah dia bertanya, anaknya itu kemudian menoleh kepadanya dan melihatnya
dengan tatapan kosong. Dari tatapannya itu, Dika dapat melihat bahwa hati
anaknya memang benar-benar hancur dan terluka karena kejadian itu.
Dika
kemudian berjalan perlahan-lahan sambil mendekati Exaudi. Dia berjalan menuju
kasur yang diduduki oleh Exaudi dan kemudian duduk di sampingnya. Dari samping,
terlihat olehnya raut wajah sedih nan sendu yang dipancarkan oleh Exaudi.
Pertanda bahwa dia sedang bersedih karena hatinya telah patah. Walau demikian,
ketampanannya masih melekat seperti dulu kala, tak pernah berubah.
Tulang pipi
serta rahangnya masih terlihat keras. Kulitnya masih putih serta bibirnya juga
masih ranum. Gejolak dari dalam membuat Dika tidak memiliki pilihan lain selain
mencium pipi pria yang dicintainya itu. Dengan penuh rasa sayang, Dika lantas
mencium lembut pipi Exaudi dengan waktu yang agak lama. Setelah itu, dia
memandangi wajah anaknya itu yang kini telah memandanginya dengan tatapan
bingung.
Dika sudah
diburu oleh nafsu yang tak tertahan memandangi wajah itu seperti serigala yang
ingin menerkan mangsanya. Pandangan itu membuat dirinya semakin bernafsu
terhadap anaknya itu, pandangan seperti lelaki yang baru pertama dicium oleh
lelaki lain. Dan hal selanjutnya yang diincar olehnya adalah bibir itu, bibir
yang sepeti buah ceri nan ranum yang sangat siap untuk dihisap olehnya.
Bibir itu
dihisap kuat-kuat oleh dirinya sebagai pertanda kerinduan hatinya yang selama
ini merindukan tubuh lelaki itu. Hisapan itu kemudian turun ke leher, lalu ke
dadanya. Dika kemudian menghisap keras pentil yang berwarna terang itu
kuat-kuat, dengan harapan bahwa Exaudi akan merasakan kenikmatan yang mendalam.
Dan ternyata benar, hisapannya itu memberikan kenikmatan yang luar biasa untuk
Exaudi. Terbukti dengan Exaudi yang kini tengah bergelinjang nikmat atas
perlakuan Dika tersebut.
Hisapan itu
kemudian turun ke perut, dan berakhir di kemaluan Exaudi. Kemaluan yang panjang
dan berurat, tegak kokoh dan diselimuti oleh bulu-bulu hitam itu dihisap kuat
oleh Dika. Dan Exaudi semakin menggila, dia mengerang keenakan dan mulai
menggerakkan kepala Dika dengan bantuan tangannya. Exaudi juga mulai memaju
mundurkan pinggulnya yang sekarang telah aktif
bergerak-gerak.
Rasa nikmat
yang dirasakan Exaudi semakin bertambah ketika Dika mulai memasukkan
kemaluannya itu ke belakang Exaudi. Kemaluan yang panjang dan keras itu seperti
menyentuh satu titik yang membuat dirinya keenakan. Exaudi kemudian berusaha
untuk menggenjot kemaluan itu dengan kencang dari atas tubuh Dika. Rasa nikmat itu
semakin bertambah sampai ujungnya mereka melepaskan cairan cinta mereka yang
kental. Dan malam itu diakhiri dengan kecupan hangat keduanya.
Dika
berpikir bahwa Exaudi akan kembali bertingkah sepeti semula setelah mereka
melakukan hal itu kemarin, sebab dipikirannya tidak ada hal yang paling
menyenangkan untuk melupakan masalah selain dengan melakukan seks. Namun
pikirannya itu terpatahkan ketika dia menemukan Exaudi masih seperti sebelumnya
bahkan setelah seks luar biasa yang mereka lakukan kemarin malam.
“Hei.
Kenapa kau masih melamun seperti ini? Maukah kau menceritakan segalanya
kepadaku?” tanya Dika yang bertelanjang bulut sambil memeluk Exaudi yang sedang
duduk membelakanginya di tempat tidur.
“Pergilah!
Berhenti berpura-pura, aku ini bukan anak kandungmu. Dan kau bukanlah bapak
yang bisa mengatur-atur hidupku. Kau hanyalah seorang bajingan incest” ucap
Exaudi.
Kuping Dika
tiba-tiba memanas mendengar hal yang diucapkan oleh Exaudi barusan. Di
pagi-pagi seperti ini, lelaki ini sudah menabuh genderang perang dan membuatnya
jengkel setengah mati. Terutama ucapannya yang mengatakan bahwa dirinya
hanyalah berpura-pura dan tidak dapat mengatur hidup lelaki itu.
“Baiklah.
Aku akan menunjukkan siapa yang sebenarnya mengatur hidupmu. Sekarang, pakai
bajumu!” ucap Dika sambil menarik lengan lelaki itu dan memaksanya memakai
bajunya. Setelah lelaki dipakaikan baju olehnya, lantas diapun memakai bajunya
juga. Dia menggunakan bajunya yang sudah kusut dan menarik anaknya itu masuk ke
dalam mobilnya.
“Mau kemana
kita?” tanya Exaudi kepada Dika setelah dia sudah masuk kedalam mobil tersebut.
“Menunjukkan
kepadamu siapa yang berhak mengatur hidupmu!” tegas Dika. Dika lalu melajukan
mobilnya dengan kencang. Di dalam hatinya dia ingin menunjukkan siapa dirinya
sebenarnya kepada Exaudi, dan menyadarkan jika dia sudah lupa.
Mobil itu
kemudian masuk ke daerah yang tertutupi banyak pohon dan juga kebun. Sepertinya
Exaudi pernah ke tempat ini, namun dia lupa kapan. Ingatannya hanya
samar-samar, dia tidak mengingat jelas tempat ini. Namun dia sangat yakin bahwa
dia pernah ke tempat ini sebelumya bersama dengan orang terdekatnya.
“Ayo
turun!” ucap Dika sambil membuka pintu seakan memaksa Exaudi yang sekarang ini
sedang terdiam kaku.
“Turun
kataku!” teriak Dika yang akhirnya langsung dituruti oleh Exaudi yang langsung
turun dari mobilnya.
“Ayo akan
aku tunjukkan padamu siapa yang berkuasa!” tegas Dika kepada Exaudi yang
sekarang ini seperti orang linglung. Dika menarik tangan Exaudi dan
mengarahkannya ke sebuah tempat dibalik pepohonan yang rindang dan sepertinya
tertata rapi. Dika menarik lelaki itu keatas bukit yang sudah ditumbuhi
berbagai bunga dan pohon. Lalu mereka berhenti di sebuah gundukan tanah dengan
batu nisan. Dika lantas langsung mendorong Exaudi sampai terjerembab ke tanah.
“Lihat ini!
Ini orang yang dapat mengatur hidupmu! Orang ini sudah mati! Kau mengerti?!
Jika kau ingin diatur dan diarahkan, tanya saja kepada mayat yang terkubur
disini!” teriak Dika kepada Exaudi.
Exaudi
hanya bisa terdiam. Matanya kemudian berkaca-kaca melihat wajah Dika. Mata itu
akhirnya meneteskan air mata yang jatuh ke pipinya. Dengan tersedu-sedu,
kemudian Exaudi memeluk nisan kuburan itu. Dia hanya bisa terseok-seok sambil
menangis sejadi-jadinya di kuburan itu.
“Bapak. .
.” ucap Exaudi dengan lemas. “Pak, perasaan udi sakit pak. Udi dikhianati orang
yang udi cintai, udi dikhianati mereka berdua. Dan Udi gabisa apa-apa, pak”
ucap Exaudi sambil tersedu-sedu.
Mata Dika
kemudian ikut-ikutan berair setelah melihat Exaudi seperti ini. Tidak ada niatan
hatinya untuk membuat Exaudi demikian namun ternyata cara ini ternyata cukup
berhasil untuk menenangkan Exaudi dan mengembalikan kewarasannya. Hari itu,
Dika menemani Exaudi yang menceritakan segalanya kepada nisan bapaknya itu
sambil sesekali menangis tersedu-sedu.
Dika
akhirnya menyadari bahwa apa yang sebenarnya dirasakan oleh Exaudi lebih
daripada apa yang dibayangkan olehnya. Dan dia juga belajar satu hal atas
kejadian itu, menyembuhkan hati yang terluka bukanlah pekerjaan gampang. Kau
harus berusaha untuk melepaskan apa yang membuatmu terluka dan mencoba untuk
meluapkan rasa sakit yang dibuat oleh luka itu. Dan yang kau butuhkan adalah
teman yang dapat kau percaya untuk meluapkan segala, dan dalam hal ini Exaudi
mempercayai bapaknya yang sudah mati ini.
Komentar
Posting Komentar