Journal of Exaudi - Chapter 20 (End of Series 1)

Aku pikir tidak ada cara yang lebih baik untuk menyembuhkan luka yang ada di hati selain melepaskan luka itu. Sebab hati yang terluka akan tetap terasa sakit jika duri yang melukai tidak dicabut sampai ke akarnya. Walaupun akan menyisakan lubang yang menganganga dan tak akan sama lagi bentuknya, tetapi luka akan sembuh dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.
Rasa sakit yang dirasakan juga perlu dilampiaskan tanpa perlu mengorbankan seseorang sebagai pelampiasan kita. Dan satu cara yang aku pahami juga hanya satu, menangis. Menangislah jika perasaanmu memang terasa sangat sakit, berteriaklah jika perasaan itu terlalu pilu, meraunglah jika tidak ada yang peduli dan berhentilah jika semua terasa lebih baik.
Sebuah pelajaran berharga yang aku dapat dari mulut Exaudi sendiri manakala aku menceritakan gundah gelisahku kepadanya kala itu. Dengan beraninya dia mengatakan bahwa masalah yang kualami pada saat itu tidaklah sebanding dengan masalah yang dihadapinya, dan dia juga yakin bahwa diriku lebih besar dari masalahku itu.
Aku baca segala tulisan yang dituliskan Dika untuk Exaudi juga berkata demikian. Segalanya dapat terlewati jika kau memiliki keberanian untuk melewatinya, tegapkan badan dan pertegas segala langkah yang diambil. Karena segala permasalahan yang telah terjadi butuh keberanian dan kebesaran hati yang luar biasa untuk menyelesaikannya.
Peninggalan itu menguatkan diriku yang terlalu tak berdaya untuk menghadapi segala yang sudah terjadi pada diriku di masa-masa terpurukku. Ketika aku kehilangan orang yang aku sayangi dan cintai, ketika aku mengetahui bahwa dia ingin melamarku walau itu tak pernah terjadi, ketika aku tau bahwa hidupku juga tidak akan lama lagi setelah aku menceritakan semua ini.
Sepenggal pelajaran yang berarti mereka beri dari kisah mereka ini. Kisah yang aku telusuri dan akhirnya kudapati. Kisah yang entahlah orang akan mengerti. Namun aku tak mau bawa beban ini sampai mati. Aku ingin berbagi. Sebuah kisah yang menemukan kami, aku dan dia. Yang walau akhirnya kita harus berpisah karena habis usia.
Aku yakin bahwa Dika mengajarkan hal itu kepada Exaudi. Perihal menyembuhkan hati dan menemukan jati diri kita kembali. Ketika semua terasa mati dan tak ada harapan lagi. Ketika tak ada teman untuk berbagi atau seorang yang ingin mencoba untuk mengerti. Ketika akhirnya dia pergi dan tak pernah kembali lagi.
Dika membawa Exaudi ke kuburan bapaknya lantaran terlalu kesal dengan ucapan lelaki yang disayanginya itu. Tidak ada niatan terkhusus awalnya membawa dia ke tempat itu, hanya terbakar emosi dan tak ingin menggerutu. Dan sepertinya hal itu membuat sesuatu hal baru. Perubahan terjadi didalam diri Exaudi dalam satu waktu, seperti habis disambar oleh Hantu.
Exaudi menangis sejadi-jadinya di kuburan bapaknya itu, dan Dika hanya bisa diam memandangi apa yang telah dilakukan oleh pria itu. Tak ada niatan untuk membantu atau mengusap air mata itu. Dia hanya biarkan lelaki itu mengeluarkan segala emosi dan kesedihan yang dimilikinya sampai akhirnya lelaki berhenti menangis juga. Dan butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan sesi tangis-menangis itu.
Matahari sudah menyingsing diatas kepala mereka berdua dan waktu sudah terlewat sekian lama sejak kehadiran mereka di makam ini. Nampaknya Exaudi sudah selesai mengeluarkan segala unge-unegnya, dari kisah kecilnya sampai dia seperti sekarang. Banyak hal di dengar oleh Dika yang tidak pernah dia ketahui sebelumnya, dan dia juga cukup terkesima dengan segala cerita lelakinya itu.
Kisah-kisah yang diceritakan Exaudi di makam bapaknya itu seperti senandung penyair di telinganya, lembut dan menenangkan. Walau akhirnya fokusnya terganggu karena perutnya sudah semakin kelaparan, sebab terlalu lama menunggu dan tidak sarapan sebelumnya. Dan diapun akhirnya tidak dapat menunggu lebih lama lagi untuk menahan laparnya itu, karena kini perutnya seperti sedang berdemo meminta jatah makanan.
Dika menghampiri Exaudi yang masih berkutat dengan kesedihannya itu. Dia lalu duduk disamping dan menyandarkan kepala Exaudi ke dalam pelukannya. Exaudi tampak pasrah saja dengan perbuatannya. Malah dia membalas pelukannya semakin erat saja ketika lelaki itu melihat wajahnya. Tanpa pikir panjang, Dika mengecup bibir lelaki itu di kuburan bapaknya.
Kecupannya itu sangat lama dan hangat. Kecupan itu menyadarkan Dika bahwa ada perasaan di setiap gerakan bibirnya. Gerakan bibir yang diarahkan oleh Exaudi dibawah sana. Yang membuat dirinya menjadi terpana atas pelakuannya. Kini tunas baru muncul di hatinya. Dia merasa bisa mendapatkan Exaudi yang sedang merana karena cintanya. Dan Dika yakin bahwa kali ini dia pasti dapat dan tak berniat untuk melepaskannya.
“Apakah kau tidak lapar sayangku? Perutku ini sudah berbunyi sedari tadi menantikan kau selesai bercengkrama dengan bapakmu” keluh Dika kepada Exaudi yang kini menatapnya dengan senyuman penuh arti.
“Why don’t you eat me instead? Am I not a snack for you?” ucap Exaudi kepada Dika dengan candaan berbahasa inggris.
“I do wanna eat you. But I need a little energy from a real food, if you know what I mean” balas Dika kepada Exaudi. Dika dapat melihat Exaudi tersenyum malu-malu sambil menatapnya dalam-dalam.
“Ayo kita pulang, kita harus makan sebelum aku semakin kelaparan dan tak bertenaga” ucap Dika yang langsung disetujui oleh Exaudi dengan anggukan pelan. Exaudi sadar bahwa dirinya terlalu mencurahkan segala isi hatinya kepada bapak dan tak memperdulikan Dika yang sudah sangat kelaparan di belakangnya. Mereka kemudian kembali ke dalam mobil dan mobil itu segera melaju ke sebuah warung makan.
“Bukankah kita akan makan di rumah?” tanya Exaudi kepada Dika yang sedang berusaha memarkirkan mobilnya.
“Tidak. Jika kita pulang sekarang, aku tidak dapat memandangi wajahmu dengan puas seperti ini. Lagipula aku masih ingin berduaan denganmu, tak salahkan?” ucap Dika.
“Ya. Tapi sebaiknya kau beritahu ibu sebelum dia mulai panik dan mencari-cari diriku” ucap Exaudi khawatir.
Dika yakin bahwa Exaudi sebenarnya peduli dengan ibunya yang selalu saja khawatir dengan keadaannya. Apalagi setelah kewarasannya kembali sedikit demi sedikit membuat dia sadar bahwa ibunya itu memperlakukan dirinya seperti orang gila, benar-benar gila. Dan Dika langsung menuruti ucapan yang dikatakan oleh Exaudi itu. Dengan gesit dia mengambil telepon genggamnya itu dan mengabari bahwa Exaudi sekarang berada bersamanya.
“Aku sudah memberitahu ibumu dan dia juga meresponnya. Tampaknya semuanya sudah baik-baik saja. Dan sekarang kau tunggu di mobil, aku akan keluar membeli makanan” perintah Dika.
“Bukankah kita akan makan disini?” tanya Exaudi.
“Tidak. Aku akan membawamu ke sesuatu tempat” ucap Dika dengan penuh kelembutan sambil mengelus lembut pipi lelaki itu yang kini membalas ucapannya dengan senyuman.
Setelah memastikan bahwa dia sudah membawa dompetnya, Dika akhirnya turun dari mobil. Dia membelikan dua bungkus nasi lengkap dengan lauk dan juga sayur. Dia juga membeli beberapa buah serta dua botol minuman yang cukup besar. Setelah membayar makanannya, Dika kembali ke mobilnya yang sudah dia parkir di depan warung ini. Dan dengan sigap, dia membuka pintu mobil itu dan memberikan makanan itu kepada Exaudi yang sedang menantikannya sedari tadi.
“Banyak juga makanan yang kau beli. Dan ngomong-ngomong, kita akan pergi kemana?” tanya Exaudi kemudian.
“Ke sebuah tempat kenangan” ucap Dika pelan.
Exaudi dapat menebak maksud dari ucapan Dika tersebut. Dan Exaudi yakin betul dengan apa yang dimaksud oleh Dika mengenai tempat kenangan itu. Tempat apalagi yang tidak memberikan kenangan yang sangat berarti selain Danau itu. Danau yang diberi nama oleh warga sekitar sebagai Danau Lodaya. Nama yang berasal dari nama pembuat dan perancang fasilitas danau tersebut. Seseorang terkemuka dari pulau jawa yang membuat sebuah perubahan untuk Danau yang dulunya tidak layak itu.
“Kita sudah sampai. Ayo turun” ajak Dika dengan wajah yang sumringah.
“Tidak. Aku tidak mau. Kenapa kau membawa diriku ke tempat ini, tidakkah kau tau tempat ini memberikan kenangan buruk untuk diriku?” ucap Exaudi dengan nada kesal.
Kecupan kemudian mendarat di bibir Exaudi yang membuat dirinya akhirnya terdiam dan tidak melanjutkan ucapannya itu. Tidak ada pilihan lain lagi bagi Dika selain membuat anak itu diam terlebih dahulu sebelum dia menjelaskan alasan mengapa dia membawa anak itu ke tempat ini. Ke tempat dimana semuanya berubah dan terlalu berarti.
“Aku tau sayangku. Aku sangat mengerti apa yang kau rasakan saat ini. Aku tau kau sangat membenci tempat ini karena mereka menceritakan segalanya di tempat ini. Aku tau kau mengikat janji di tempat ini, janji untuk saling memberi dan menjaga hati. Janjimu kepada Arman. Aku tau janji itu karena aku berada disana ketika kalian membuat janji itu” ucap Dika.
Exaudi terkejut dengan perkataan yang diucapkan oleh Dika tersebut, berarti selama ini dia mengetahui hubungannya dengan Arman sejauh apa. “Jadi, kau mengetahui segalanya?” tanya Exaudi dengan nada yang melemah.
“Ya. Aku tau segalanya. Bahkan ketika kalian tidur berdua, aku menyaksikannya. Dan penglihatanku masih jelas dan belum samar untuk memastikan apa yang sudah kalian lakukan. Dan hatiku cukup terluka saat itu” ucap Dika dengan gemetar mengingat rasa sakit ketika mengingat Exaudi tidur dengan Arman.
“Namun aku membiarkan kalian dan berpura-pura tidak tau saja, walaupun aku khawatir jika seseorang melihat kalian dengan tidak sengaja” lanjut Dika.
“Maaf-“ ucap Exaudi ketika langsung dibalas oleh Dika sebelum dia sempat selesai bicara.
“Tidak. Aku tidak perlu maaf darimu. Dan jangan sekali-kali kau merasa bersalah karena apa yang sudah kau lakukan itu. Aku hanya ingin dirimu menjadi milikku, dan aku ingin kau berjanji tentang itu. Di tempat ini, di suasana ini, aku ingin kau melakukan hal itu” pinta Dika.
Exaudi sempat terdiam. Dia tidak dapat berkata apa-apa sebab dirinya sedang bingung ditambah hatinya masih sedang dalam keadaan baik. Dia memikirkan hal apa yang mungkin terjadi jika dia berjanji hal tersebut kepada Dika. Apakah Dika akan melanggar janji itu seperti Arman melanggar janjinya. Dan apakah Dika juga mengkhianati Exaudi dengan memiliki hubungan dengan pria lain di luar sana. Entahlah, dia hanya bingung dan takut. Takut kejadian yang sama terulang kembali dan membuat dirinya hancur lagi.
“Jadi, apa jawabanmu?” tanya Dika memecahkan keheningan sebab Exaudi terlalu berpikir.
Exaudi lantas menarik nafas dalam-dalam sebelum dia mulai berbicara, “Andika-ku sayang. Sungguhlah aku ini milikmu dari awal mula sampai kapanpun juga. Namun aku tidak dapat menjanjikanmu bahwa aku akan terus ada di sisimu, menemani dirimu sampai akhir nanti kita tidak akan bertemu lagi. Aku tidak dapat menjanjikan langit untukmu sebab aku hanya punya segenggam cintaku yang tersisa. Dan aku sukarela memberikan segala kepunyaanku kepadamu. Kumohon kau mengerti aku” ucap Exaudi dengan penuh kesungguhan dan kata-kata berkias.
Tak pernah di dalam seumur hidupnya sebagai seorang Dika dia mendengar ucapan macam ini dari mulut Exaudi. Lelaki itu sepertinya sangat pandai merangkai kata dan berucap layaknya pujangga. Dan Dika mengerti maksud dari ucapannya itu.
“Jika demikian. Aku tidak dapat meminta lebih lagi darimu sayangku. Sebab kini aku tau dimana batasku. Hanya saja jangan kau lakukan hal itu dibelakangku, sebab aku tak suka itu. Berterus-terang saja padaku, dan ucapkan segala isi hatiku. Insyallah aku dapat mengerti ucapanmu itu, dan lagipula aku terlalu mencintaimu” ucap Dika dengan senyuman khasnya.
Perut yang lapar tetaplah perut yang lapar bagaimanapun suasana yang ada di sekitarnya. Perut lapar Dika menghentikan segala tindakan manis mereka yang sudah seperti opera sabun itu dan kemudian membuka bungkusan nasi itu. Dia berikan bagian Exaudi yang langsung dilahap olehnya. Mereka memakan bungkusan mereka masing-masing di dalam hening. Kelihatannya mereka memang sangat kelaparan.
Sehabis makan. Dika keluar dari mobilnya dan merokok di sekitar pepohonan yang ada di sekitarnya. Dan Exaudi juga ikutan keluar menemani dirinya. Mereka hanyut dalam pemandangan yang disuguhkan oleh Danau serta suasana hati mereka yang sedang berbunga-bunga. Sesekali mereka bertatap-tatapan dan tersenyum kecil ketika memandang satu sama lain. Sudah seperti anak kecil yang jatuh cinta.
Setelah Dika menghabiskan rokoknya. Kini giliran Exaudi yang merokoki Dika di dalam mobil. Dengan tenaga yang sudah terisi penuh, Exaudi dengan semangat merokoki Dika yang sedang kepalang nafsu. Dia tetap merokoki lelaki itu sampai inti sari dari rokok yang tak pernah habis itu keluar dari ujungnya, yang akhirnya ditelannya sampai habis tak bersisa. Dan setelah kegiatan itu mereka akhirnya pulang, sebab hari sudah hampir senja.
Di rumah, Ibu Exaudi sudah khawatir menanti kedatangan mereka berdua yang sedari pagi belum pulang ke rumah. Ibu Exaudi terlalu khawatir dengan keadaan anaknya yang takutnya kambuh ditengah jalan dan memberikan banyak kesusahan kepada Ayahnya itu. Dia tidak memiliki pemikiran apapun tentang hal-hal nakal yang Dika dan Exaudi sudah lakukan di belakangnya.
Namun itu sebelum dia melihat perubahan yang terjadi ketika Dika dan Exaudi telah menghabiskan waktu bersama. Sore itu, ketika senja hampir pulang ke dalam rumahnya. Exaudi dan Ayahnya akhirnya pulang ke rumah setelah hampir seharian berpetualang entah kemana saja. Ibu Exaudi dapat melihat perubahan raut wajah di keduanya.
Bahagia dan seperti tanpa beban. Begitulah wajah yang dilihatnya dari keduanya yang kini seperti teman lama yang dekat kembali. Hal ini sebenarnya membuat dirinya sangat bahagia sebab dia tidak melihat lagi sedikitpun bekas kegilaan yang timbul selama ini di wajah anaknya. Tidak ada lagi wajah sedih atau murung, tidak ada lagi tatapan kosong, tidak ada lagi jalan-jalan seperti orang linglung di dalam rumah. Semuanya terlihat seperti sudah normal layaknya sedia kala dulu.
Namun wanita itu merasa janggal dengan kejadian itu. Dia merasa aneh dan ingin mencari tau kejadian apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka, sehingga anaknya itu dapat berubah menjadi demikian dengan sangat cepat. Dia sangat ingin tau bagaimana cara Dika untuk merubah anaknya itu menjadi demikian dengan waktu yang terbilang hanya seharian.
Setelah kejadian itu, wanita itu juga dapat melihat sebuah perubahan yang sangat nyata di depan matanya. Dika semakin jarang untuk tidur di kamarnya dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur bersama anaknya itu. Sebuah kemajuan memang, karena hal ini berarti bahwa anaknya itu yang terkenal sangat keras kepala sudah benar-benar menerima Dika sebagai ayahnya.
Wanita itu juga melihat perubahan yang agak signifikan terhadap perilaku yang ditunjukkan oleh Exaudi kepada Dika. Anaknya itu terlihat lebih manja di dekat Dika. Hal kecil yang sangat terlihat adalah anaknya itu selalu ingin berada di dekat Dika dimanapun mereka berada. Entah itu di meja makan, di ruang TV ataupun di tempat lainnya. Dan anehnya Dika tidak merasa terganggu dan juga aneh dengan perilaku anaknya itu, justru dia meladeni anaknya itu dengan biasa.
Mereka juga sering keluar bersama akhir-akhir ini. Mulai dari sekedar untuk menonton, membeli makanan, bahkan berlibur juga sering mereka habiskan hanya berdua. Mereka seperti tidak menganggap kehadiran wanita itu di sekitar mereka. Mereka hanya melakukan aktifitas yang sepertinya tidak menganggap wanita itu ada dan mereka berkehendak bebas semau mereka.
Dan hal yang paling aneh yang membuatnya semakin risih dengan mereka berdua adalah mereka sering bersentuhan satu sama lain. Wajar saja hal ini terlihat menggelikan, sebab tidak ada dua orang pria yang sudah cukup berusia bersentuhan secara konstan dalam waktu yang cukup lama. Contohnya adalah berpegangan tangan, mencium kening dan juga pipi dan berpelukan erat.
Jika hal-hal tersebut dilakukan dalam kadar yang wajar, bagi wanita itu tidak masalah. Hanya saja mereka terlalu sering melakukannya, dimulai dari cium pipi dan kening ketika bangun pagi atau ketika hendak sarapan. Bergelayutan ketika hendak membaca atau menonton televisi dan juga berpegangan tangan sambil tidur berpelukan ketika sedang bercerita ringan. Hal-hal yang tidak wajar ini membuat wanita ini sangat curiga dengan hubungan yang dimiliki oleh mereka berdua.
Dan kejadian ini sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya ketika Exaudi baru masuk sekolah menengah atas atau di tahun pertamanya. Wanita itu dapat melihat jelas bagaimana romantisnya mereka berdua ketika akan hendak pergi ke sekolah, bagaimana mereka memandang satu sama lain, dan bagaimana Dika membelai anaknya itu. Sungguh sesuatu yang sangat dipertanyakan memang pada saat itu.
Namun semuanya berubah sedikit demi sedikit dulu, yang entah apa sebabnya. Dan kini hal ini terjadi kembali di keluarga ini. Membuat wanita itu tidak bisa diam saja memperhatikan mereka melakukan hal-hal itu di dalam pengawasannya. Berulang kali dia menasihati suaminya agar tidak memperlakukan Exaudi seperti demikian, namun suaminya itu tetap saja memperlakukan Exaudi demikian walau di bibirnya dia mengatakan ia dan menurutinya.
Wanita itu yakin ada suatu hal yang terjadi diantara mereka berdua, dan dia perlu untuk menyelidikinya. Tetapi hal itu sebenarnya sangat disayangkan oleh Ibu Exaudi. Dia berharap keingintahuannya itu dikubur saja dalam-dalam ketika itu. Dia berharap tidak memiliki keinginan untuk mengungkapkan segala kebenaran yang ada. Sebab keputusannya hari ini merupakan keputusan terburuk yang pernah dia perbuat.
Dengan tersedu-sedu dia mengatakan kepadaku, “Andai saja aku memiliki mesin waktu, ingin rasanya kuberitahu diriku sendiri untuk mengubur segala rencanaku itu. Agar tidak jadi malapetaka bagiku dan juga keluargaku. Tetapi hal itu sudah terlanjur terjadi, aku hanya bisa pasrah menerima kenyataan hidupku sekarang” ucapnya sambil menangis kala itu.

Bersambung di Series 2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aditya, Anak Magang - Ch.18 | Dia Kembali

Aditya, Anak Magang - Ch.21 | Le Finale [Tamat]

Aditya, Anak Magang - Ch.20 | One Moment in Time