Aditya, Anak Magang - Ch.2 | Aditya, Mira - Bermana


Sebuah suara berdentang di telinga Aditya manakala dia sedang tertidur saat itu. Suara itu entah berasal dari mana dan juga itu entah bunyi apa, namun yang pasti suara itu mengagetkan dirinya dan membuat dia terbangun seketika. Suara itu seperti suara benda yang jatuh karena tersenggol sesuatu dan yang pasti ada seseorang yang menyenggolnya. Aditya kemudian membuka matanya perlahan-lahan dan mencoba untuk bangkit dari tempat tidurnya.
Aditya berusaha mencari sumber suara itu. Suara itu sudah tidak kedengaran lagi memang, namun dirinya masih tetap penasaran dengan benda apa gerangan yang menghasilkan suara sedemikian rupa. Dengan perlahan dia keluar dari kamarnya. Dia membuka pintu itu sangat pelan hingga tidak memunculkan suara sedikitpun. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada siapa-siapa di tempat ini. Dia langsung menuju kearah dapur rumahnya itu, berharap menemukan jawaban sumber suara tersebut.
Aditya kemudian terkejut ketika menemukan sesosok gadis yang berambut panjang sedang berusaha menyalakan kompor di rumahnya itu. Dia terlihat tinggi semampai dengan tubuh yang sangat langsing berisi. Dia mengenakan celana hot pans yang sangat ketat membentuk pantatnya yang terlihat sangat sekal itu. Kulitnya cukup terang dan dari tubuhnya tercium aroma yang sangat harum. Gadis itu sepertinya tidak menyadari kedatangan Aditya sampai akhirnya dia membalikkan badan.
“Eh, kamu udah bangun” ucap gadis tersebut kepada Aditya.
“Ternyata kamu toh, kirain aku siapa. Bikin kaget aja tau kamu tuh” balas Aditya yang mengenali sosok gadis yang sedang mencoba untuk memasak ini.
“Makanya kamu itu bangun pagi-pagi dong. Lihat udah jam berapa ini? Udah siang tau. Mana ada lelaki bangun jam segini, cuman kamu doang yang kayak begitu” ucap gadis itu.
“Ck. . . iya deh, iya. Makanannya kapan selesai? Aku udah lapar nih” ucap Aditya kepada gadis itu. Gadis itu kemudian menatap kearah Aditya dengan tatapan yang sangat tajam, dia kemudian memainkan pisaunya di tangannya lalu berkata,”Kalau kamu ngomong sekali lagi, titit kamu aku jadiin sate nanti. Udah mandi sana, lakuin hal yang berguna kek pas liburan kayak gini”.
Aditya kemudian bergidik ngeri dengan ucapan gadis itu, diapun langsung membalas dengan kerlingan di bibirnya. “Kejam banget sih kamu Mir, udah kayak ibu tiri. Pantas aja cowo lari semua pas ngedeketin kamu, kamu kayak mak lampir gini” ucap Aditya dan berlari meninggalkan dapur bersama dengan gadis itu yang kini sudah naik tensi.
“ADITYA!!! Dasar kamu itu adek yang kurang ajar yaa, awas aja nanti makanan kamu kakak kasih garam lebih. Lihat aja nanti” ucap gadis itu yang ternyata kakak Aditya. Dia bernama Mira Bermana, berusia 27 tahun dan merupakan seorang karyawati swasta di salah satu perusahaan di Jakarta.
Sudah berulang kali Aditya menggangu dirinya dengan ucapan yang seperti itu, sehingga tak jarang Mira naik pitam ketika adiknya itu mengatakan hal yang demikian. Walaupun benar adanya, namun hal yang menyebabkan dirinya betah menjadi lajang bukanlah seperti apa yang dikatakan oleh Aditya. Dirinya hanya terlalu nyaman bekerja dan lupa bahwa dirinya juga perlu mendapatkan pasangan. Hal yang demikian tak lepas dari didikan kedua orang tua mereka yang selalu mengutamakan kemapanan serta pendidikan diatas segalanya.
Aditya di lain pihak, cenderung seorang yang bebas dan tidak terlalu memikirkan masa depan. Yang dia tau hanyalah menjalaninya, mencoba tidak mendapatkan masalah atau membuat masalah dan berusaha melakukan hal yang menurutnya membuat dirinya bahagia. Bagi Aditya, sesuatu hal sederhana tidaklah perlu dibuat rumit dan hal yang rumit seharusnya dijadikan sederhana. Dan itulah mengapa citra orang yang terlalu santai melekat pada Aditya sejak dirinya kecil.
Usia Aditya dan Mira terpaut sekitar enam tahun, kini Aditya berusia 21 tahun dan sedang berusaha untuk menyelesaikan studi sarjananya di sebuah universitas di Jakarta. Dia kini resmi menyandang mahasiswa tahun akhir yang akan menjadi masa depan ibu pertiwi, seperti itulah ucapan dari dosennya ketika di hari terakhir mereka berkuliah. Sebab setelah itu, mereka diharuskan untuk magang dan menyiapkan skripsi mereka sesuatu dengan waktunya sebelum akhirnya mereka diwisuda dengan titel sarjana.
Walaupun sudah sebesar ini, Aditya tetaplah adik kecil bagi Mira. Badan mereka yang terpaut jauh berbeda itu, tidak menghalangi Mira untuk menjewer kuping adiknya ketika dia mempermalukan Mira di depan umum. Bisa dikatakan Mira memiliki ukuran tubuh yang kecil dan juga berisi, petite istilah luar negerinya. Sedangkan Aditya memiliki tubuh yang tinggi bak model dengan rahang yang keras dan kulit yang putih, badannya juga sedikit terbentuk karena dia pernah rajin olahraga dulu untuk turnamen basket kampus mereka. Namun setelah turnamen itu, hilang sudah bentuk badannya yang membuat wanita dan pria penyuka sejenis tergila-gila.
Terkadang, Mira sadar bahwa adiknya itu tidaklah adik kecilnya lagi. Aditya sudah tumbuh semakin besar dan juga dewasa, semakin tinggi dan semakin tampan pula. Mira terkadang mengingat bagaimana adik kecilnya itu berusaha untuk melindungi dia dari anak-anak nakal lainnya walaupun kala itu tubuh anak-anak nakal itu lebih besar dari dirinya. Mira juga masih mengingat bagaimana adiknya itu berusaha menghibur dirinya ketika dia putus dari kekasihnya dahulu, adiknya itu seperti bisa merasakan sakit hatinya serta emosinya yang tidak menentu.
Kadangkala, Aditya adalah tempat segala keluh kesahnya jika dia sudah tidak memiliki teman yang dapat dipercaya untuk membicarakan suatu hal. Ya, walaupun Aditya tidak pernah memberikan tanggapan apa-apa, tapi setidaknya bagi Mira, dengan Aditya mendengarkan dirinya saja sudah cukup. Dan begitu juga sebaliknya, Aditya juga sering bercerita tentang masalahnya kepada Mira. Mulai dari kuliah hingga pertemanannya. Namun ada sesuatu hal yang sangat jarang dibicarakan oleh adiknya itu, hubungan cintanya.
“Gimana kabar Nadya, sehat?” tanya Mira kepada Aditya ketika mereka makan suatu ketika. Aditya hanya melengus pelan pertanda dia tidak suka membahas orang tersebut.
“Ya begitulah” jawabnya singkat. Mira dapat melihat wajah Aditya berubah ketika membicarakan nama tersebut.
“Kok gitu sih jawabnya. Kalian ada masalah ya? Kalau ada, cerita dong. Manatau aku bisa bantu selesain masalah kamu” ucap Mira kepada Aditya.
Aditya hanya mengaduk-aduk makanannya itu tanpa berani melihat kearah Mira, dia seperti sedang berpikir dan menimbang-nimbang apakah dia harus menceritakan hal ini kepada Mira. “Au ah, kakak kepo banget deh” ucap Aditya pelan. “Lho? Kan kakak cuman nanya kabar doang. Lagian kamu kan pacarnya Nadya, masa kamu ga tau kabarnya” jawab Mira.
“Dih, kakak tanya sama orangnya langsunglah. Ngapain tanya ke aku, aku udah ga ada urusan lagi sama dia” ucap Aditya kesal.
“Kok kamu gitu sih ngomongnya? Kalian lagi berantem?” tanya Mira pelan kepada Aditya. Mira bisa melihat perubahan wajah Aditya yang terlihat sangat signifikan, dari biasa menjadi masam. Mira yakin, bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi diantara mereka berdua. Hanya saja, sifatnya Aditya yang tidak pernah mau berterus terang dengan apa yang dirasakannya membuatnya menjadi terlihat keras kepala seperti ini.
“Yaudah deh, kalau kamu ga mau bicara juga ga apa-apa. Cuman kalau kalian ada masalah, ya mbok diselesaikan toh. Kalau dipendam-pendam begini kan percuma, toh malah bikin makin sakit hati diantara kalian berdua” ucap Mira.
Aditya kemudian menuduk, dia hanya bisa melihat kearah makanannya yang sudah diaduk-aduknya menjadi satu. Tanpa terasa, ada sesuatu yang terjadi di matanya. Mata itu terasa panas dan juga perih, lantas mata itu kemudian mengeluarkan air. Ya, Aditya menangis. Dia menangis di depan kakaknya yang selama ini tidak pernah melihat dia menangis. Mira tidak menyadari hal itu sampai akhirnya dia melihat Aditya sudah terisak. Mira yang sebelumnya akan menyuapkan makanannya ke mulutnya, langsung menjatuhkan sendoknya dan menghampiri Aditya yang ada di depannya ketika di meja makan itu.
“Ei, kamu kenapa dit? Kenapa sampai nangis begini? Apa yang sebenarnya yang terjadi? Ayo cerita ke kakak” ucap Mira sambil memeluk Aditya dari sampingnya. Aditya hanya bisa sesengukkan dan kemudian terbatuk ketika mendengar ucapan kakaknya itu. Mira tak pernah melihat Aditya menjadi sesedih ini sebelumnya. Dan hal ini membuat Mira merasa bersalah dan juga merasa bertanggung jawab untuk membantu menyelesaikan masalah yang menimpa adiknya.
“Ayo kamu tenang. Kamu minum dulu nih dit” ucap Mira sambil memberikan segelas air putih yang langsung diseruput olehnya. Mira kemudian mengelus punggung adiknya itu sambil berusaha menenangkan dia agar tidak sesenggukan seperti tadi. Setelah Adiknya itu menyudahi sesenggukannya, diapun langsung membuka pembicaraan mereka yang serius itu.
“Apa yang terjadi sebenarnya dit? Kenapa kamu bisa sampai kayak tadi” tanya Mira dengan sangat pelan dan juga lembut.
“Kak. Apasih sebenarnya yang kurang dari Adit? Adit kurang tampan ya kak? Adit kurang kaya ya kak?” tanya Aditya membalas ucapan kakaknya itu.
“Enggak kok dit, kamu tampan kok, kamu juga gak terlalu kere juga” jawab Mira kemudian.
“Tapi . . .Kenapa Nadya ninggalin Adit begitu aja kak?” tanya Aditya kemudian. Mira langsung kebingungan mendengarkan ucapan Aditya tersebut. “Ninggalin kayak gimana dit? Ayo cerita yang jelas” ucap Mira.
“Waktu itu, Adit pergokin Nadya jalan sama cowok lain. Mereka pergi naik mobil Mercedes gitu ke suatu tempat, awalnya Adit ga curiga sama mereka kak. Cuman, Adit semakin sering ngeliat mereka jalan berduaan. Temen-temen Adit dulu juga ikutan curiga sama mereka, sampai akhirnya Adit mutusin buat investigasi mereka. Waktu itu, Adit ga berani nanyain hal itu ke Nadyanya takut dia nyangkal karena Adit ga punya bukti” ucap Aditya. Dia lalu menghela nafas, mencoba menenangkan diri untuk menceritakan bagian yang selanjutnya yang akan dia ceritakan.
“Terus?” tanya Mira penasaran.
“Terus, Adit nyuruh beberapa teman Adit untuk ngawasi kegiatan mereka ketika di kampus. Dari foto-foto yang dikirimkan sama temen Adit, Adit bisa ngeliat langsung bahwa mereka itu sering bermesraan. Awalnya Adit ga terlalu percaya sama spekulasi mereka sampai akhirnya Adit buktikan sendiri, ternyata benar Nadya udah mulai jauhin Adit. Dia udah ga mau lagi diajak untuk hangout bareng atau setidaknya malam mingguan bareng. Tapi, Adit selalu berusaha untuk ngebujuk dia bagaimanapun juga. Cuman Nadyanya ga pernah mau. Sampai akhirnya,-“ ucap Adit.
“Akhirnya kenapa? Jangan bikin kakak penasaran banget kayak gitu ah” ucap Mira gemas menanggapi Aditya yang sengaja menunda perkataannya.
“Sampai akhirnya, Adit memergoki mereka berdua pergi ke hotel” ucap Aditya dengan sangat pelan.
“HA! Kamu serius?!” ucap Mira dengan sangat terkejut. Dia tidak pernah berpikir bahwa Nadya yang selama dilihatnya sebagai wanita yang sangat alim dan lugu ternyata mau diajak ke hotel.
“Iya kak. Adit serius. Adit sama teman Adit sendiri yang pergokin mereka ketika mereka check in ke hotel. Kita sengaja tungguin mereka sampai keluar dari hotel itu, dan pas mereka baru aja keluar, kita langsung masuk ke ruangan itu buat meriksa ruangan yang dipake sama mereka sebelumnya setelah persetujuan dari karyawan hotel itu. Dan asal kakak tau aja, kita nemuin dua kondom yang isinya penuh sama pejuh. Dan dari saat itu, Adit ga pernah lagi ngontak Nadya” ucap Adit dengan lugas. Setelah mengatakan segalanya, Aditya kemudian menarik nafas panjang seperti habis melepaskan sebuah beban berat yang ada di punggungnya.
“Jadi, kamu sama Nadya udah ga pacaran lagi?” tanya Mira kemudian.
“Sebenarnya, Adit belum ngucapin kata putus sama Nadya. Lagian dia juga kayaknya udah tau Adit mengetahui hubungan mereka berdua, jadi buat apa lagi ngomong putus sama perek kayak gitu” ucap Aditya.
“Heh. Kamu ga boleh gitu. Gimanapun, kamu harus tetap katakan putus sama dia. Biar ga ada simpang siur diantara kamu, temen-temen kamu dan juga dia. Temen-temen kamu kan tau, kamu sama Nadya pacaran. Dan kalo yang kakak lihat, kamu terkesan membiarkan Nadya berselingkuh di depan kamu. Yang ada, mereka bakalan bilang kalo kamu itu cowo cupu dan gampang dikomandoi sama pacar kamu. Mending, kamu labrak mereka berdua terus tunjukin ke depan muka mereka sama temen-temen mereka, bahwa mereka berdua itu tukang selingkuh. Setelah kamu bisa nunjukin hal itu, baru kamu langsung katain, ‘PUTUS!’ didepan muka cewek itu. Biar mereka berdua malu dan nama kamu bisa balik di mata temen-temen kamu” ucap Mira kepada Aditya.
Aditya yang sedari tadi mendengarkan Mira dengan seksama hanya mengangguk perlahan dan mengiyakan apa yang diucapkan oleh Mira itu kepadanya. “Adit ga ngerti mau nge-revenge kayak begitu, kakak bisa bantu Adit ga?” ucap Aditya kepada Mira. Mira kemudian mengangguk pertanda bahwa dia menyetujui untuk membantu Aditya melancarkan aksinya itu. Mereka berdua lalu mempersiapkan rencana mereka dan mulai melancarkan aksi mereka. Dan disaat serta tempat yang tepat, Aditya kemudian langsung mengeluarkan isi hatinya itu. Dan pada saat itulah, Nadya bersama dengan pria selingkuhannya itu merasakan malu yang teramat dalam. Sangkin malunya, lelaki itu pindah kuliah ke kampus lain meninggalkan Nadya seorang diri. Awalnya, Aditya tak tega memperlakukan mantan kekasihnya seperti itu. Namun setelah dinasehati oleh Mira, Adit mulai terbiasa dan mulai melupakan Nadya.
“Kamu udah dapat tempat magang nak?” tanya seorang wanita tua yang sekarang ini sedang menyantap makanannya di meja makan yang sama dengan Aditya. “Belum nih mah. Adit masih nyari tempat yang pas” ucap Aditya membalas ucapan wanita itu. Wanita itu adalah ibunya, Nyonya bermana. Wanita itu bekerja sebagai seorang manager di salah satu perusahaan swasta pembuat mobil di Jakarta.
“Usahakan kamu cari tempat yang sesuai sama tujuan kamu ya nak. Tapi kalau kamu ga ketemu juga, kamu bisa magang kok di perusahaan mama. Nanti mama carikan tempat yang pas buat kamu” ucap wanita itu kemudian.
“Iya. Benar apa yang dibilang mama kamu itu. Tapi kalau kamu ga mau di perusahaan mama, kamu juga bisa magang di perusahaan papa kok, nak” ucap lelaki tua yang juga sedang makan bersama dengannya.
“Hmm, giliran Adit, mama sama papa heboh cariin tempat magangnya. Dulu Mira ga digituin tuh” ucap Mira sebal dengan memanyunkan bibirnya.
“Kan beda sayang. Kamu sebelum selesai masa kuliah aja udah dapat tempat magang di luar negeri, jadi buat apa kami carikan kamu tempat magang lagi. Kan adik kamu si Aditya, sampai sekarangpun belum dapat tempat magang, jadi kami merasa perlu untuk bantu adik kamu ini” ucap wanita itu kepada Mira.
“Iyadeh iya, nanti Mira juga cariin tempat di kantor Mira. Manatau ada tempat buat krucut satu ini” sambil menaruh cabe di piring adiknya itu.
“Duh, apaan sih kakak naruh cabe ke piring Adit” ucap Aditya kesal.
“Udah-udah ei. Kalian ini kayak masih anak kecil aja, badan sudah besar-besar, tapi kelakuan masih sama aja kayak yang dulu” ucap lelaki itu, Tuan Bermana.
Mereka kemudian langsung menghentikan aksi mereka dan mencoba untuk bersikap biasa setelah papa mereka mengatakan hal yang demikian. Sedetik kemudian, lelaki itu tersenyum kembali dan berkata,”Kalian sudah sampai sebesar ini rupanya. Awalnya Mira, sekarang Adit. Sedikit demi sedikit, kalian akan meninggalkan kami dan melanjutkan kehidupan kalian ke jenjang yang berikutnya. Sungguh terasa ya mah, anak kita ini sudah sampai setua ini. Di masa tua papa nanti, papa harap agar kalian jangan melupakan papa ya nak. Papa ingin kalian mengunjungi papa dan memberikan perhatian kalian untuk papa, dan jangan seperti papa ini, bekerja terus seharian sampai lupa anaknya sudah sampai sebesar apa” ucapnya dengan berurai air mata.
“Duh, papa cengeng deh. Udah tua gini kok sering nangis mulu. Siapa juga yang bakalan ninggalin papa. Kitanya juga khawatir lagi, takutnya papa malah jalan-jalan lagi entar di jalanan kayak gini” ucap Aditya sambil menirukan cara berjalan seorang kakek renta. Seluruh keluarga Bermana yang hadir dan makan di tempat itu lantas langsung tertawa melihat tingkah Aditya itu.
“Kamu ini, bisa aja nak” ucap Tuan Bermana kepada Aditya.
Mereka lalu menghabiskan makan malam mereka itu dengan canda serta tawaan. Sebuah romansa kekeluargaan yang sangat hangat menyelimuti mereka kala itu. Tak ada yang kurang barang satupun dari keluarga itu, semuanya tampak bahagia sampai sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Tuan Bermana kepada Mira,”Kapan nikah?” muncul. Selain dari pertanyaan itu, semuanya hanya diisi oleh tawa dan juga cerita.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aditya, Anak Magang - Ch.18 | Dia Kembali

Aditya, Anak Magang - Ch.21 | Le Finale [Tamat]

Aditya, Anak Magang - Ch.20 | One Moment in Time