Mas Habibie, Personal Trainerku - Ch. 2 | Pertemuan Pertama
CHAPTER
TWO
Cerita sebelumnya: Berkisah mengenai rasa
malu Alvan ketika berada di kantor, terlebih kepada teman-temannya yang sebaya,
seperti Markus dan Gary. Rasa malunya semakin bertambah ketika mereka sedang
outing kantor karena hasil pencapaian perusahaan mereka tahun lalu, dimana
terdapat pemilihan the best look man yang mana Alvan memenangkan the best thin
man ever. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk mulai memperbaiki tubuhnya,
sekembalinya dia dari outing kantor mereka tersebut.
Rasanya sungguh malu untuk maju dan
naik ke atas panggung untuk menerima sebuah penghargaan yang sebenarnya lebih
mirip dengan penghinaan. Lagipula, ada-ada saja ide orang yang membuat
penghargaan demikian memalukan, terlebih yang berkaitan dengan fisik seseorang
yang sudah seperti bawaan lahir bagi dirinya. Tidak ada yang menginginkan tubuh
kurus kerempeng seperti ini, terlebih di umur yang sudah lewat kepala dua, tak
ada sedikitpun terbersit di pemikirannya.
“Silahkan kepada bapak Alvan untuk
maju dan naik ke atas panggung untuk menerima penghargaan sebagai The Most Thin
Man Of The Year” panggil pembawa acara dengan menggunakan mic yang ada di
tangannya.
Alvan yang sudah pasrah akhirnya
maju dengan kepala yang tertunduk malu dan wajah yang memerah, dia tidak
menyangka di tahun pertamanya bekerja dia sudah memiliki citra sebagai pria
dengan bentuk tubuh yang tidak ideal. Di atas panggung, sudah ada dua orang
lainnya yang menerima penghargaan, seorang dari mereka sudah cukup tua dan
penuh uban sedangkan yang lainnya memiliki paras yang sama sepertinya.
“Akhirnya, tahun ini pak Tono punya
temen diatas panggung juga” seru seorang pria sambil memberikan tepuk tangan
yang riuh. Seruan tersebut membuat seluruh penonton tertawa dan sama-sama memberikan
tepuk tangan mereka. Hal bukan membuat Alvan menjadi terhibur, malah merasa
membuatnya seperti di olok-olok di depan umum. Hal itu semakin diperparah
ketika salah satu manager mereka memberi bungkusan yang berisi susu fitness
seberat lima kilo kepada masing-masing mereka,”Nih, biar olahraganya makin
rajin, jadi tahun depan dapet award The L-Men Of The Year” ucap manager
tersebut kepada mereka bertiga.
Dua orang yang ada di samping Alvan hanya
tertawa mendengar ucapan lelaki tersebut, namun Alvan tidak dapat
menyembunyikan wajah dan telinganya yang sudah terlanjur merah dengan senyuman
kecutnya itu. Ekspresinya itu terlihat jelas oleh semua orang, termasuk Mario,
Gary dan Markus. Mereka seperti sudah mengerti apa yang dirasakan oleh Alvan
saat ini, yang pasti hal tersebut sangat tidak baik. Tapi tampaknya ekspresi
itu dianggap biasa saja oleh penonton lainnya dan justru semakin dijadikan
bahan bercandaan oleh mereka.
“Lu ga kenapa-napa kan?” tanya Gary
yang langsung menghampiri Alvan setelah dia turun dari panggung. Wajah Alvan
masih merah, apalagi telinganya, warnanya sudah seperti tomat matang yang siap
untuk dimasak.
Alvan hanya berdeham mendengar
ucapan Gary tersebut. Mario kemudian tersenyum,”Nih, minum dulu, daripada panas
mulu itu. Dinginin dulu kepala lu, entar lu bisa ngomong yang enggak-enggak”
ucap Mario memberikan bir dingin ke lehernya, yang membuat Alvan tersentak kaget
karena dinginnya kaleng bir tersebut.
“Udahlah van, anggap bercandaan aja
kali ini. Tapi tahun depan lu harus buktiin kata manager yang itu kalau elu
bisa berubah jadi L-Men of the year. Santai aja, paling besok ini dedengkot
semua udah pada lupa jokes yang ini” ucap Mario.
“Ya, tapi jangan dibikin award kayak
gini juga dong kak. Kan bikin malu, gue merasa terhina banget kayak gini” ucap
Alvan dengan nada yang sangat tinggi kepada Mario. Namun untungnya posisi
mereka sangat jauh di belakang, sehingga teriakan Alvan tidak terdengar oleh
penonton yang sedang menikmati musik dari bintang tamu.
Teriakan itu membuat Gary dan Markus
kaget sampai-sampai mereka harus mundur beberapa langkah, takut terkena amukan
dari Alvan yang tampaknya ingin meledak. Ketika Alvan ingin melepaskan
umpatannya, Mario kemudian maju dan menutup mulutnya dengan telapak tangan
kirinya dan merapatkan tubuhnya. Tangan kanannya kemudian dilingkarkan di
pinggang Alvan dan Mario pun menarik tubuh itu ke dalam pelukannya. Alvan terkejut
dengan yang dilakukan Mario tersebut dan membuat tubuhnya kaku, tanpa
perlawanan.
Mario kemudian melihat tajam ke mata
Alvan,”Lu jangan bikin malu almamater disini, apalagi bikin malu gue. Lu pikir
lu aja yang punya emosi, kan gua udah bilang dari awal jangan diambil ati. Kayak
anak kecil lu!” ucap Mario dengan nada yang sangat berat dan wajah yang sangat
sangar. Wajah itu sangat sangar dan sudah seperti setan yang membuat kedua
orang lainnya benar-benar menjaga jarak dari mereka berdua yang sekarang sedang
berseteru, takut terkena getah dari pertengkaran antara senior dan junior.
Alvan yang benar-benar kaget hanya
bisa mengangguk menyetujui apa yang dikatakan oleh seniornya tersebut. Emosinya
yang semula tersulut, tiba-tiba jadi sangat lembek seperti kerupuk dibasahi. Belum
pernah dia melihat wajah Mario yang sangat kalem dan lembut seperti itu berubah
menjadi wajah setan dalam hitungan detik, seperti aktor oscar saja. Namun apa
yang dikatakan oleh Mario benar adanya, dia tidak perlu untuk memperpanjang
emosinya untuk sesuatu yang tidak perlu diambil hati seperti itu.
“Udah reda emosi lu? Masih mau marah,
masih mau ngumpat?” tanya Mario kemudian.
Alvan hanya bisa menggelengkan
kepalanya dengan sedikit rasa takut,”Enggak kak” ucapnya dengan pelan. Lalu
Mario melihat ke arah Gary dan Markus yang menjaga jarak mereka,”Lah, kenapa lu
pada bisa sampe ke ujung situ? Sini, takut lu pada?” ucap Mario kepada mereka
berdua.
Gary dan Markus kemudian saling
bertatapan,”Ga kenapa-napa kok kak” ucap Gary kemudian dan langsung berjalan
mendekat ke arah mereka berdua, dimana Mario sedang meletakkan kedua tangannya pinggangnya
dan Alvan hanya bisa berdiri mematung dengan pandangan hampa. Ada aura hitam
yang tampak dari tubuh Mario pada saat itu, yang membuat mereka bertiga menjadi
sangat takut untuk sekedar berbicara kepadanya.
“Nih ya, saya kasih tau sama kalian
bertiga. Ga semua bisa diselesaikan dengan emosi, apalagi untuk masalah sepele
yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan melapangkan dada kayak gini. Jangan
manja sama mentalnya sendiri, disinggung dikit langsung emosi. Kapan masalahnya
selesai kalau semua dibawa pake emosi? Kalian bertiga jangan seperti itu ya. Kalau
memang ada yang tidak enak, coba diam sebentar, tarik nafas yang dalam dan
pikirkan akar masalahnya dan dimana yang bisa diperbaiki” ucap Mario dengan
lugas nan tegas kepada ketiga juniornya tersebut.
Ketiganya kemudian mulai mengerti
maksud dari emosi Mario sebelumnya, terlebih Alvan yang merupakan sumber
masalah disini. Mereka bertiga lantas mengangguk dan mengiyakan apa yang
diucapkan oleh Mario tersebut,”Baik kak, akan dilaksanakan” ucap Alvan ketika
Mario selesai berbicara.
“Nah, gini kan enak. Ngomongnya
sama-sama enak, ga pake urat. Yaudah, saya ambil makanan lagi dulu buat kita,
kalian tunggu disini ya” ucap Mario kepada mereka bertiga.
“Baik kak” jawab Gary dengan lugas.
Mario kemudian beranjak dari tempat
mereka menuju meja buffet.
“Lu ga kenapa-napa kan?” tanya Gary
kepada Alvan setelah Mario meninggalkan tempat mereka sekarang berdiri.
“Enggak kenapa-napa sih, cuman agak
kaget aja tadi kak Mario bisa kayak gitu sama gua tadi. Seumur-umur gua kuliah,
gua belum pernah liat doi marah kayak gitu, serem parah” ucap Alvan dengan
datar kepada mereka.
“Lu yakin ga kenapa-napa? Itu di
mulut lu ada bekas tapak tangan kak Mario, di dagu lu juga udah mulai biru”
ucap Gary yang disetujui dengan tatapan sedih Markus tepat ke arah wajah Alvan yang
diucapkan oleh Gary.
“Ah, beneran?” ucap Alvan dengan
nada yang tidak percaya.
Tiba-tiba Gary kemudian menyentuh
dagu Alvan yang mulai membiru tersebut dan seketika Alvan merasakan sakit yang
dimaksud oleh Gary tadi,”Aduh, sakit” rintih Alvan.
Gary hanya memasang muka masam,”Kan
udah dibilangin tadi, emang kagak kerasa ya sakitnya?” ucap Gary kemudian.
Alvan hanya menggeleng.
“Mungkin gua juga di kondisi tadi ga
bakalan bisa ngerasain apa-apa juga sih. Itu orang serem parah, padahal mukanya
kalau lagi biasa kalem banget. Entar lu kompress aja itu dagu lu pake air es,
biar cepet ilang sakitnya” ucap Markus kemudian.
“Oke deh, eh, gua jadi kepikiran
buat nge-gym setelah dikasih ini susu sama diceramahin kak Mario tadi. Lu pada
tau ga tempat gym yang on budget ga?” tanya Alvan.
“Gila, udah langsung set new goals
aja lu” ucap Gary dengan wajah yang terkejut.
“Iya, gua jadi mikir juga pas
diceramahin doi. Mungkin emang gua yang perlu berubah, demi kebaikan diri gua
sendiri. Lagian juga ga ada salahnya juga sih, toh gua diuntungkan juga” ucap
Alvan sambil mengangkat bahunya.
Gary hanya mengangguk pelan,”Gua sih
kurang tau yang on budget karena tempat gym gua rada mahal, membershipnya juga
tahunan gitu, tapi lengkap semua sih. Tapi kayaknya Markus tau tuh tempat gym
yang on budget gitu, ya ga kus?” ucap Gary.
“Tempat gym yang murah sih banyak
yang gua tau, tapi gua gatau sesuai dengan keinginan lu atau enggak” sahut
Markus dengan pelan.
“Kasih tau aja yang menurut lu oke,
abis itu entar gua yang milih dan daftar sendiri deh” balas Alvan kepada
Markus.
Semula Markus agak sedikit bimbang
dengan perasaannya sendiri namun diapun membalas ucapan Alvan tersebut,”Yaudah,
minggu depan, gua akan bawa lu ke beberapa tempat gym gua yang dulu, kalau lu
sreg, lu tinggal daftar aja, oke?” jawab Markus yang kemudian langsung
disetujui oleh Alvan.
-0-
Mencari
tempat gym yang lengkap, terjangkau dan juga bersih memang cukup sulit di
Jakarta. Sebab banyak orang yang lebih memilih untuk gym di tempat yang sudah
terkenal dan letaknya berada di mall atau pusat perbelanjaan lainnya. Harga
untuk pendaftarannya juga sudah tidak terjangkau untuk kantong seperti dirinya
ini, terlebih gym bukanlah sebuah olahraga kesukaannya, sebab hanya fokus pada
membangun otot tubuh saja, bukan menambah keahlian, ketangkasan ataupun daya
tahan.
Namun
untungnya ada Markus yang bersedia untuk memperkenalkan dirinya dengan tempat
gym yang sangat nyaman untuk kantongnya dan bisa dikatakan sangat manusiawi,
jika dibandingkan dengan tempat gym ternama lainnya. Bisa dikatakan, Markus
sangat mengenal dunia ini sebab dia sudah terjun ke dunia ini sejak tahun
pertama perkuliahan mereka dimulai. Dengan bentuk tubuh yang cukup tambun
ketika masuk kuliah sampai akhirnya memiliki perut yang sixpack, lengan yang
besar dan juga dada yang bidang, tentunya perlu waktu dan konsistensi yang
cukup tinggi.
Jika
dibandingkan, Markus memang memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan Gary.
Wajahnya juga lebih bening, tatapannya teduh serta bentuk tubuhnya yang lebih
berisi membuat Markus sangat menarik untuk setiap wanita. Senyumnya yang manis
dan perilakunya yang terkesan dingin dan misterius membuat dirinya banyak
digemari oleh banyak wanita. Namun sayang, hingga kini Markus belum pernah
menunjukkan secara terang-terangan kepada publik siapa kekasihnya.
Sedangkan
Gary, dia memiliki tubuh yang pas dan sesuai dengan tingginya. Dia tidak
terlalu berisi dan tidak terlalu kurus juga, lebih ke arah ramping dan keras.
Otot-ototnya terbentuk dengan baik, walaupun tidak sebesar Markus. Yang paling
menarik sebenarnya paha dan juga bokongnya, yang terpahat sangat baik seperti
patung-patung marmer yunani. Dibandingkan dengan Markus, kulit Gary lebih
bersih seperti porselain, tanpa ada noda sedikitpun. Wajar, dia memiliki
keturunan chinese pontianak dan juga jawa timur.
Sedangkan
Alvan, hanyalah seorang pria kelahiran Jakarta biasa, dimana darahnya sudah
bercampur-campur dengan belanda, sunda, cina dan juga jawa. Wajahnya sangat
tirus, karena memang sudah sangat kurus. Satu-satunya bukti dia memiliki darah
belanda adalah wajahnya yang seperti blasteran, dengan fitur mata yang sedikit
sipit dan tubuh yang tinggi. Selebihnya, dia hanya pria kurus biasa yang tidak
ada apa-apanya dibandingkan kedua temannya tersebut.
“Halo
mas bibie, kenalin nih, temenku ada yang mau join gym” ucap Markus
memperkenalkan Alvan kepada pemilik tempat gym. Tempat ini tidak terlalu besar,
namun semua peralatannya lengkap, ditambah dengan pendingin ruangan, sauna
serta toilet untuk mandi.
“Eh,
halo, Habibie” ucap lelaki yang berada di belakang meja receptionist sambil
tersenyum ramah sembari memberikan tangannya untuk bersalaman.
Alvan
kemudian menyambut tangan Habibie tersebut,”Alvan” ucapnya singkat sambil
menjabat tangan lelaki tersebut.
“Tumben
banget kus kamu main kesini, bukannya kamu udah pindah ke tempat gym yang mahal
yang di mall-mall itu” ucap Habibie dengan datar.
Markus
hanya tersenyum,”Ah, mas bibie jangan bete dong. Saya kan paling lama ngegym
disini, lagian juga pindah kesana karena dibayarin temen juga, kalau udah abis
juga palingan pindah kesini lagi” ucap Markus.
“Iya
dah, saya percaya sama omongan kamu, ada yang bisa saya bantu sebelumnya?” ucap
Habibie dengan tawa kecil yang kemudian berubah menjadi tanya.
“Ini
mas, si Alvan kan baru pertama kali nge-gym, dia lagi cari tempat gym yang
cocok buat dia. Makanya saya bawa dia ke tempat mas, buat ngerasain ngegym itu
kayak gimana, kalau bisa dibimbing langsung oleh ownernya” ucap Markus.
“Hm,
tapi saya sudah ga ngajar lagi kus, nanti saya akan tugaskan orang lain saja
ya. Sekarang kita tour dulu aja, sembari saya jelasin ke Alvan tentang tempat
gym kita, gimana?” ucap Habibie sambil tersenyum.
“Boleh
deh, kita tour dulu aja, liat-liat ambience nya gimana” ucap Alvan.
“Oke
deh, ayo semuanya masuk dulu” ucap Habibie.
Habibie
kemudian membawa mereka berdua untuk masuk ke ruang latihan, ruang loker,
toilet dan juga sauna. Habibie juga menjelaskan beberapa hal yang boleh dan
tidak boleh untuk dilakukan selama berada di area tempat gym, seperti tidak
merokok, membawa minuman dengan wadah botol kaca, selalu menggunakan sepatu
olahraga dan mengembalikan handuk sesuai pada tempatnya.
Habibie-pun
tampak sangat antusias menjelaskan mengenai program training yang dimiliki
olehnya dan mengambil Markus sebagai contohnya. Dia menjelaskan dengan detail,
serta mencontohkan sedikit beberapa gerakan yang mungkin akan dipelajari oleh
Alvan nantinya. Tidak seperti tempat lainnya, tempat ini seperti memiliki
suasana kekeluargaan yang kuat. Terlihat dari beberapa member yang sangat
antusias melihat keberadaan Habibie yang masuk ruang latihan, serta bagaimana
dia mengoreksi gerakan member yang salah menggunakan alat.
Bisa
dikatakan, Habibie memang personal trainer sejati. Semua itu dapat dilihat dari
caranya mengajari member, sampai benar-benar bisa baru ditinggalkan olehnya.
Didukung oleh fisiknya yang memang sangat bugar, ototnya yang terbentuk
sempurna dan juga parasnya yang cukup tampan. Habibie, atau biasa dipanggil Mas
Habibie ataupun Mas Bibie merupakan seorang pria blasteran Arab dan Timor. Warna
matanya coklat, hidungnya sangat bangir, kulitnya yang putih serta ditumbuhi
oleh berbagai bulu, di tangan dan juga kakinya. Ada sedikit bewok yang tumbuh
di pipinya, namun tidak sampai ke dagu ataupun area wajahnya yang lain. Tubuhnya
juga cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari Alvan sendiri, membuat Alvan cukup
ngeri juga apabila membayangkan jika dia dibanting oleh lelaki tersebut.
“Gimana,
udah puas tournya?” tanya Markus kepada Alvan.
Alvan
pun tersenyum puas,”Sudah, oke banget tempatnya ternyata” ucap Alvan kemudian.
Markus hanya bisa mengangguk,”Emang okelah, siapa dulu bosnya, Mas Bibie” ucap
Markus kemudian sambil mendongakkan kepala ke arah Habibie.
“Ah
lebay kamu kus. Oh iya van, nanti kalau memang tertarik silahkan langsung
hubungin saya aja. Nomornya ada di brosur ini, kalau brosurnya hilang tanya aja
si Markus nomor saya. Saya yakin dia masih simpen kok, ya kan?” tanya Habibie
kepada Markus.
“Iya
dong mas. Yaudah, kalau gitu kita cabut dulu ya, udah sore, takut kemaleman
pulangnya” ucap Markus sambil mengajak Alvan.
“Balik
dulu mas, thanks” ucap Alvan sambil tersenyum yang kemudian dibalas dengan
lambaian tangan dan kedipan mata Habibie.
Melihat
hal itu, Alvan segera meninggalkan tempat itu mengikuti Markus.
“Eh,
gua mau tanya sesuatu” ucap Alvan.
“Ya,
ada apa?” jawab Markus.
“Mas
Habibie gay?” tanya Alvan dengan polos.
Markus
benar-benar terkejut mendengar pertanyaan tersebut,”Darimana lu tau? Setau gua
dia manusia normal, sejak kapan hidupnya menyimpang begitu?” ucap Markus.
Wajah
Alvan berubah bingung,”Tadi dia abis kedipin gua, gua geli liatnya makanya gua
langsung cabut keluar, ngejar elu” ucap Alvan polos.
“Oh,
kirain ada apa. Dia emang kayak gitu, buat ngetes elu maho atau enggak. Lagian
lu antusias banget ngeliat dia tadi, makanya dia curiga terus ngasih kode
begitu buat lu” ucap Markus.
Wajah
Alvan semakin berubah menjadi sangat bingung,”Maksudnya?” tanyanya lagi.
“Dia
dulu pernah cerita ke gua, dia sering digodain sama member maho, makanya untuk
ngatasin itu, dia jadi keras banget sama member maho itu biar mereka pada cabut
dan kaga godain dia terus. Dia memang agak sensitif kalau digodain kayak gitu,
makanya dia jaga-jaga kalau kalau ada maho yang mau masuk tempat gym dia, dia
bakalan siksa itu maho sampe nyerah minta ampun” ucap Markus.
“Oh,
gitu, gua kira dia yang maho” ucap Alvan.
“Yaudahlah,
ga usah dipikirin, lu jadi mau ngambil tempat yang mana? Kita udah kelilingin
empat tempat dan ini adalah tempat yang terakhir menurut gua paling oke, kalau
lu masih bilang jelek, gua gatau lagi dah standard lu kayak gimana” ucap
Markus.
“Hm,
gua sih kayaknya ngambil tempatnya mas Habibie, karena menurut gua, ini tempat
bagus banget sih” ucap Alvan kemudian.
“Nah,
bener kan. Ga sia-sia gua save the best for the last, yaudah besok lu langsung
daftar aja di nomor yang di brosur. Dan ngomong-ngomong, gua cabut duluan ya,
ada urusan penting yang harus gua lakuin” ucap Markus.
“Oh
oke kus, thanks ya udah nemenin, hati-hati di jalan” ucap Alvan mengakhiri pertemuan mereka pada hari itu.
Komentar
Posting Komentar