Mas Habibie, Personal Trainerku - Ch. 3 | Loker 102


Cerita sebelumnya: Berkisah mengenai keputusan Alvan untuk memulai gaya hidup sehat untuk menjadikan badannya lebih berisi dan berbentuk. Diapun berkonsultasi dengan teman sekantornya, Markus, tentang tempat gym yang sesuai dengan budget dirinya. Dia bertemu dengan Habibie untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dimana Habibie memiliki paras dan karakteristik seperti pria arab dengan tubuh yang tinggi, mata coklat, kulit putih dan memiliki bulu yang cukup lebat di sekujur tubuhnya.

Di pagi hari yang masih sepi penghuni jalanan, Alvan sudah bangun sejak subuh tadi dan mempersiapkan berbagai kebutuhan yang akan dibawa olehnya nanti. Termasuk sarapan dan makan siang yang cukup banyak, dimana dia meyakini bahwa resep yang ditemukannya dari internet tersebut benar-benar manjur untuk membantunya menaikkan berat badannya. Dia juga menyempatkan untuk mempersiapkan pakaian olahraga serta berbagai pakaian pengganti yang akan dipakai olehnya untuk berangkat ke kantor nantinya.
Untuk ukuran pria, bisa dikatakan Alvan memang cukup ringan tangan untuk mengerjakan semuanya sendirian. Dia cukup mandiri untuk menyiapkan sarapannya sendiri, berbelanja sendiri dan memasak sendiri. Diapun mengerjakan tugas lainnya seperti mencuci pakaiannya sendiri dan menyetrikanya. Hal ini terjadi karena semenjak perkuliahan, dia yang diwajibkan untuk tinggal di asrama, diwajibkan untuk mengerjakan segala pekerjaannya sendiri. Dulu lebih parah, malah semua kegiatan memiliki batas waktu yang ditentukan, yang jika dilanggar akan berakibat kepada hukuman yang memalukan dan menyusahkan.
Dengan bermodalkan angkutan online, Alvan kemudian berangkat pagi-pagi menuju tempat gym Habibie. Dimana sebelumnya, dia sudah mendaftarkan dirinya kepada Habibie dan langsung diperbolehkan untuk langsung berlatih. Walau hanya dengan dengkul, dia yang penting datang dan menunjukkan mukanya saja terlebih dahulu ke hadapan Habibie. Sebab dia sebenarnya membutuhkan personal trainer yang diharapkan membantunya untuk membentuk tubuhnya, namun hingga saat ini, Habibie belum mengkonfirmasi jadwal serta nama trainer yang akan melatihnya.
“Lho, kok kamu datengnya pagi banget?” ucap Habibie dengan wajah yang sangat kaget ketika Alvan tiba-tiba datang ke tempat gymnya ketika dia baru saja membuka pintu utamanya.
“Kan aku mau berlatih mas, lagi semangat ini” ucap Alvan dengan memberikan senyumnya yang sangat lebar kepada Habibie.
“Ya tapi ga sepagi ini juga bro, orang-orang juga belum pada datang kali baru juga jam tujuh pagi. Lu bangun jam berapa tadi?” ucap Habibie dengan sambil membuka pintu utama tempat gymnya tersebut.
“Lho, kata mas bibie gym buka jam tujuh, kirain aku jam segitu udah pada mulai latihan” balas Alvan sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Habibie hanya tersenyum kecil melihat kepolosan Alvan,”Ya enggaklah. Baru juga buka, palingan lima belas sampai tiga puluh menit lagi baru orang-orang pada dateng. Itupun mereka yang udah tau mau latihan apa, yang udah dibebasin sama trainernya masing-masing” ucapnya sambil masuk ke dalam ruang gym.
Alvan hanya berdiri mematung di depan pintu melihat Habibie masuk ke dalam.
“Eh, ayo masuk, jangan diem aja di depan pintu kayak gitu” ucap Habibie.
“Gapapa nih mas? Tapi aku belum tau apa yang mau aku lakuin disini, aku juga ga tau trainerku siapa, apa aku balik aja besok? Tapi mas kasih tau ya siapa trainer aku melalui whatsapp biar aku datengnya sesuai schedule trainer aja”  ucap Alvan sebelum hendak meninggalkan gym tersebut.
Namun, belum sempat untuk berjalan jauh, tangan Alvan tiba-tiba ditarik oleh seseorang dari belakangnya. Hal itu membuatnya kaget dan spontan langsung membalikkan tubuhnya ke arah belakang, dimana Habibie sudah berdiri mematung dibelakangnya. Tanpa sengaja, tubuh Alvan bertemu dengan tubuh Habibie dan membuat mereka seperti hampir berpelukan. Dia dapat merasakan dadanya bertemu dengan dada Habibie yang bidang dan keras. Tubuh itu terasa sangat hangat dan cukup keras di semua sisi, dimana dia seperti baru saja menabrak sebuah batang pohon tinggi yang hangat.
“Udah gapapa, hari ini, saya aja yang akan melatih kamu” ucap Habibie sambil melihat mata Alvan dengan sangat dalam. Dia dapat melihat kepolosan serta semangat yang mulai naik kembali ketika dia mengatakan hal tersebut, yang kemudian diiringi dengan senyuman lembut dari bibir lelaki tersebut.
“Gapapa nih? Okedeh, kita lanjut, tapi pinjem kunci loker dulu ya” ucap Alvan sambil bergerak menjauhi tubuh Habibie. Dia kemudian masuk ke dalam tempat gym tersebut terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh Habibie di belakangnya. Di depan meja resepsionis, Alvan sudah berdiri mematung menunggu kedatangan Habibie dari belakangnya.
“Nih, nomor loker kamu 102, jangan sampai hilang kuncinya. Keamanan barang-barang merupakan tanggung jawab pemilik, kehilangan bukan tanggung jawab dari management gym” ucap Habibie sambil memberikan kunci kepada Alvan.
“Oke siap mas. Tapi kok aku ga dikasih yang 101, bukannya aku yang pertama disini?” ucap Alvan dengan wajah yang penuh pertanyaan.
Habibie kemudian menjawab dengan nada yang datar,”Yang 101, itu khusus buatku, bukan dipergunakan buat member. Lagian masih bagus kamu pake 102, jarang-jarang orang dapet loker itu” ucap Habibie.
Alvan kemudian menjadi lebih bingung lagi dengan jawaban Habibie, namun dia hanya mengangguk mendengar jawaban tersebut dan kemudian langsung berjalan menuju ruang loker,”Yaudah, makasih ya mas, aku naruh barang aku dulu” ucapnya sebelum pergi.
“Iya, saya nyalain AC dan juga lampu ruangan dulu. Nanti kalau sudah kelar, langsung lanjut ke lantai dua ya. Saya mau ajarin kamu basic skill terlebih dahulu, sebelum kamu langsung main alat-alat” ucap Habibie.
“Baik mas” ucap Alvan dan kemudian langsung berjalan meninggalkan Habibie di meja resepsionis. Dia langsung menaruh seluruh barang-barangnya, termasuk baju kantornya di dalam loker tersebut. Dia kemudian mengambil botol minumnya yang berwarna biru dan langsung berjalan menuju lantai dua, ke tempat yang disebutkan oleh Habibie sebelumnya.
Ketika sudah berada di lantai dua, dia dapat melihat Habibie sudah bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek yang dikenakannya di dalam sebuah ruangan yang berlapis kaca. Lantai dua ini dipisah menjadi dua bagian, dimana bagian sebelah kiri adalah sebuah ruangan kosong dengan lantai yang dilaminasi dengan kayu dimana hanya terdapat berbagai bola bulat dan juga beberapa barbel. Sedangkan di sisi sebelah kanan, terdapat berbagai treadmill dan juga banyak sepeda statis.
“Eh, ayo masuk sini” ucap Habibie sambil memberikan tanda menggunakan tangannya ke arah Alvan yang sedang melongo melihat-lihat ruangan yang ada di sekitarnya. Melihat hal tersebut, Alvan kemudian mengerti tanda yang diberikan oleh Habibie tersebut langsung berjalan menuju pintu masuk yang berada di sudut paling kiri.
“Sorry mas, yap, langsung kita mulai aja nih” ucap Alvan ketika dia sudah berada di ruangan kosong yang mungkin tempat untuk zumba tersebut.
Habibie hanya menatapnya datar,”Kamu abis liat apa disana, ada yang aneh?” ucap Habibie sambil berjalan ke arahnya.
“Oh, enggak, aku baru sadar aja kalau ruangannya terpisah. Soalnya pas mutar-mutar kemarin ga sadar kalau ada ruangan yang ini, makanya serasa kayak aneh gitu” balas Alvan dengan nada yang lugas.
“Kirain kamu abis liat yang baju putih” ucap Habibie dengan menaikkan salah satu alisnya. Melihat hal tersebut, Alvan hanya tertawa kecil,”Langsung aku ajak kenalan mas, minta selfie aku biar aku viralin di sosial media kalau aku benar-benar ngeliat dia mah” ucap Alvan sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Kedua telapak tangan Habibie kemudian tiba-tiba melingkari leher Alvan, dimana kedua tangan itu meraba sedikit bagian depan leher dan kemudian turun ke pundaknya. Mata Habibie menatap mata Alvan dengan sangat dalam, dimana dia kemudian semakin mendekat ke arah Alvan. Tangan itu kemudian meraba pundak tersebut dan menggesekkan kedua tangan tersebut di pundak itu, seperti sedang memberikan lulur. Lalu, tangan tersebut mulai turun ke bagian tangan Alvan, dimana dia meremas bagian otot tangan tersebut sesekali dan kembali untuk sedikit menggesekkan telapak tangannya di kulit Alvan.
Alvan hanya terdiam mendapat perlakuan seperti itu. Dia hanya menatap tatapan Habibie dengan mata yang kosong dan wajah yang penuh kebingungan. Alvan bingung dengan perlakuan Habibie yang tampak aneh tersebut sehingga dia memutuskan untuk membiarkan Habibie selesai dengan perbuatannya itu, lalu bertanya maksud dan tujuan dari tindakannya itu setelagh dia benar-benar selesai.
“Badan kamu ga jelek-jelek amat, kamu rajin push up atau sit up ya?” ucap Habibie memecahkan keheningan diantara mereka berdua, dimana kedua tangannya masih tetap memegang otot tangan Alvan.
“Iya mas, dulu sering olahraga basket, jadi pernah ikut training gitu. Akhir-akhir ini sudah jarang banget sih buat latihan gitu, kayak push up dan lainnya” ucap Alvan membalas.
“Oh pantes, otot di badan kamu kering semua, jadi badan kamu kelihatan kecil banget” ucap Habibie sambil tangannya terus meraba sisi sampingnya.
Tangan tersebut kemudian meraba dari atas sampai akhirnya ke pinggang Alvan. Habibie terus menggencarkan aksinya tanpa ada sedikitpun perlawanan dari Alvan yang hanya diam mematung ketika disentuh oleh Habibie tersebut. Dia lantas melancarkan aksinya yang lain, dimana tangannya kemudian melingkari pinggangnya dan tubuhnya dirapatkan olehnya sepenuhnya. Dia kemudian mendekapkan tubuhnya dan memeluk Alvan sepenuhnya. Hidungnya kemudian diarahkan ke leher lelaki tersebut, dimana dia bisa mencium aroma cologne lelaki yang sangat khas,”Kamu wangi banget” ucap Habibie di kuping Alvan dengan nada yang halus dan kemudian menghembuskan nafasnya sedikit.
Alvan semula hanya terdiam melihat perlakuan Habibie tersebut, karena dia memang tidak memikirkan hal yang aneh selain untuk dilatih oleh lelaki tersebut. Ketika tubuhnya benar-benar dipeluk dengan erat oleh Habibie, tangannya berada persis di depan dada Habibie yang berbentuk. Telunjuk tangan sebelah kanannya berada persis di puting lelaki tersebut, dimana dia merasa aneh dengan hal tersebut. Ketika Habibie mengucapkan kata-kata tersebut, dia merasa ini sudah bukanlah bagian dari latihan,”Aduh mas, geli banget, jangan deket banget ah” ucap Alvan sambil menjauhkan tubuh Habibie yang dimana pipinya berada persis di pipinya.
Habibie hanya tersenyum malu,”Oke, oke, sorry, kita lanjut nih ya” ucapnya mengalihkan topik pembicaraan sebelum keadaan menjadi benar-benar canggung.
“Oke, kita langsung mulai aja” ucap Alvan dengan nada yang datar.
Mereka kemudian langsung melanjutkan aktivitas mereka, dimana Habibie memberikan berbagai arahan kepadanya mulai dari warming up, perbedaan dari setiap training hingga cooling down. Alvan benar-benar mencermati arahan dari Habibie dan mencatat dalam kepalanya tentang larangan serta cara yang benar ketika berlatih. Dimana dia sangat dilarang untuk mengangkat beban yang lebih berat daripada biasanya tanpa pengawasan oleh Habibie ataupun orang lain, untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan.
Alvan lantas disuruh untuk melakukan peregangan terlebih dahulu agar semua ototnya tidak terlalu tegang untuk latihan nanti. Setelah dia melakukan peregangan, dia kemudian disuruh untuk sit up dan push up, yang dibantu oleh Habibie. Dimana Habibie memberikan arahan mengenai push up yang benar yang akan membantu Alvan membentuk otot tangan dan bahunya. Dia juga membantu memegangi kaki Alvan ketika Alvan disuruh untuk sit up, dimana Alvan merasa Habibie benar-benar memperhatikannya tanpa dia sadari.
Ketika peregangan dan pemanasan sudah selesai, Alvan lantas diajak turun ke bawah untuk langsung bermain alat-alat. Sebelum dia benar-benar menggunakan alat tersebut, Habibie mempraktekkan terlebih dahulu cara menggunakan alat tersebut dan memberitahukan larangan ketika menggunakan alat yang akan dipakai. Habibie memberikan arahan yang jelas serta jumlah yang harus dikerjakan oleh Alvan, sebelum masuk ke fase berikutnya. Setelah semuanya jelas, Habibie kemudian mempersilahkan Alvan untuk langsung menggunaka alat tersebut.
Jujur saja, Alvan benar-benar terkejut dengan berat dari alat yang sedang digunakannya ini. Terlebih, ketika melihat Habibie yang tampaknya sangat santai menggunakan alat tersebut membuat dirinya serasa ditipu. Semula, dia pikir bahwa alat-alat ini ringan dan tidak terlalu berat, namun ketika dia mengangkat beban tersebut, hampir saja alat ini menimpa tubuhnya. Namun, dia tidak ingin mempermalukan dirinya di depan Habibie, sehingga dengan sekuat tenaga dia mengangkat alat-alat tersebut walaupun terkadang harus mengeluarkan suara.
“Gimana, udah ngerti cara ngangkatnya?” tanya Habibie kepada Alvan ketika dia sudah selesai mengangkat beban sesuai dengan jumlah yang ditentukan oleh Habibie sebelumnya.
“Sudah mas. Gila, kirain ringan tadi bebannya, tapi ternyata berat banget” ucap Alvan dengan tangan yang mulai gemetar.
Habibie hanya tertawa kecil dan kemudian melanjutkan langkahnya ke alat lain,”Yaudah, kita langsung lanjut aja, biar sakitnya sekalian” ucap Habibie sembari menghampiri alat tersebut. Dia kemudian kembali memberikan contoh kepada Alvan mengenai alat tersebut, memberikan jumlah repetisi yang harus dikerjakan serta memberitahukan pantangan mengenai alat tersebut. Setelah semua jelas, Habibie kemudian menyuruh Alvan untuk mengangkat beban tersebut sampai semuanya benar-benar selesai.
Beberapa member lainnya mulai berdatangan, dimana mereka mulai mengerjakan kegiatan mereka sendiri dan menggunakan alat lainnya yang tersedia di tempat tersebut. Begitu pula dengan Alvan dan Habibie yang mulai berpindah dari satu alat ke alat lainnya. Tanpa Habibie sadari, sebenarnya Alvan sudah hampir menyerah dengan sesi latihan kali ini. Sebab tangan dan tubuhnya bagian atas serasa sudah hampir copot, namun dia terlalu malu untuk mengatakan hal itu kepada Habibie, takut dikira terlalu lemah.
Setelah mencoba berbagai alat, Habibie kemudian memutuskan untuk menyudahi sesi latihan mereka untuk hari ini. Terlebih baju Alvan yang sudah sangat basah dengan keringatnya sendiri, membuat Habibie merasa yakin bahwa latihan hari ini sudah sangat cukup untuknya.
“Oke van, latihan hari ini sampai disini dulu aja ya. Badan kamu udah basah banget itu, lagian kamu harus ke kantor juga hari ini” ucap Habibie dengan tubuhnya yang juga sudah penuh dengan keringat yang mulai menetes.
“Oke mas bibie, saya numpang mandi dulu” ucap Alvan sambil membawa botol minumnya dan berjalan menuju kamar mandi. Habibie juga kemudian berjalan mengikuti di belakangnya, sambil memperhatikan langkah lelaki tersebut.
Alvan kemudian mengambil handuk dan juga sebuah bungkusan yang Habibie yakini sebagai pakaian kerjanya. Alvan kemudian langsung masuk ke dalam sebuah bilik shower yang tidak memiliki kunci tersebut. Ketika dia hendak untuk membuka bajunya, dia merasakan sakit yang luar biasa di punggungnya sehingga tanpa sadar diapun mengerang kesakitan. Erangannya itu bergema memenuhi ruangan kamar mandi tersebut, yang tanpa Alvan sadari di dengar oleh seseorang yang juga hendak mandi.
Tiba-tiba pintu bilik shower tersebut dibuka oleh seseorang. Lelaki yang membuka bilik tersebut tak lain dan tak bukan adalah Habibie,”Kenapa? Tangan kamu sakit?” tanya lelaki tersebut yang hanya mengenakan celana dalam pendek sepaha berwarna hitam.
Alvan hanya terdiam kaget melihat kehadiran Habibie yang tiba-tiba seperti itu di depan bilik mandinya. Diapun lantas hanya mengangguk menjawab pertanyaan lelaki tersebut,”Yaudah sini mas mandiin kamu, kita mandi bareng” ucap Habibie dengan senyum tipis. Alvan hanya melotot mendengar ucapan lelaki tersebut,”Tap,__Tapi mas” ucap Alvan dengan nada yang cukup melengking.
“Ssst, jangan berisik entar kedengaran orang” ucap Habibie sembari tangannya menutup bibir Alvan dengan telapak tangannya. Alvan hanya melotot, tidak bisa memikirkan hal lain sebab kepalanya sudah kosong dan tubuhnya sudah terlalu lelah untuk kabur dari kondisinya sekarang ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aditya, Anak Magang - Ch.18 | Dia Kembali

Aditya, Anak Magang - Ch.21 | Le Finale [Tamat]

Aditya, Anak Magang - Ch.20 | One Moment in Time