Mas Habibie, Personal Trainerku - Ch. 5 | Mario
Cerita sebelumnya: Habibie memberikan berbagai sentuhan yang merangsang, mencoba untuk memancing Alvan agar bernafsu kepadanya. Namun, Alvan tampaknya tidak menggubris apapun yang dilakukan oleh Habibie. Hal ini membuat Habibie kecewa dan juga malu atas tindakannya, namun membuatnya semakin penasaran dengan kebenaran orientasi seksual yang dimiliki oleh Alvan. Diapun mulai untuk bertanya berbagai hal kepada orang yang dikiranya dekat dengannya. Namun, jawaban orang tersebut juga tidak mengubah keyakinan yang dimilikinya.
Di
dalam bilik ini, tubuhnya mematung seperti kehilangan daya hidup. Tubuhnya
terasa sangat sakit, terlebih di bagian tangan dan juga punggung. Hal tersebut
yang digunakan sebagai alasan oleh lelaki yang tiba-tiba merangsek masuk ke
dalam bilik tersebut dan menggangu privasinya. Bukan hanya tiba-tiba masuk
tanpa ada diminta, dia juga benar-benar melanggar adab dan norma yang
diketahuinya selama ini.
Lelaki
itu tiba-tiba saja menyentuhnya dengan lidahnya di bagian sensitifnya –
kupingnya. Dimana dia sebenarnya merasakan ada sebuah rangsangan yang menjalar
ke seluruh tubuhnya ketika diperlakukan demikian. Namun, dengan kesadaran yang
penuh, dia langsung tersadar bahwa dia sebenarnya sedang dicabuli oleh
seseorang yang baru dikenalnya. Terlebih orang tersebut merupakan salah seorang
trainer, di tempat gym yang baru saja dia pikir akan menjadi rumah kedua
baginya.
Tak
puas dengan kupingnya, lelaki tersebut benar-benar menunjukkan daerah bawahnya
kepadanya. Tak tertarik, hal itulah yang tertanam di kepalanya. Benda itu sama
persis seperti yang dimiliki olehnya, hanya beda di guratan, ukuran serta
cetakannya saja. Lelaki itu pikir, dengan dia menunjukkan benda itu ke
hadapannya, dia akan membuatnya bernafsu. Namun, pikiran lelaki itu sepenuhnya
salah. Jijik, najis dan juga geli adalah perasaan yang muncul ketika dia
menunjukkan benda itu kepadanya.
Untuk
sesaat, dia hanya diam, mencoba tenang dan mencari jalan keluar untuk masalah
yang dihadapinya sekarang. Di dalam pikirannya yang sudah buntu itu, dia
mencari jalan keluar untuk kabur dari tempat ini, menjauhi maniak yang ada di
depannya dan menghilang tanpa membuat dirinya sendiri terluka. Namun, tak sempat
dia berusaha, lelaki tersebut sudah mendekapnya dan mengecup bibirnya dengan
sangat pelan.
Bibirnya
cukup tebal dan lembut, dimana ada kumis dan janggut yang cukup tipis menghiasi
sekitaran mulutnya. Pada awalnya, bibir itu hanya disentuhkan ke bibirnya dan
mengulum sangat tipis, seperti sedang ragu-ragu. Namun ketika dia sudah
mengecap bibir tersebut, lelaki itu langsung melahap bibirnya dengan sangat
ganas. Dimana liur lelaki itu benar-benar tumpah di dalam ciuman mereka berdua.
Bibir itu menghisap bibir bawahnya dengan sangat lembut pada mulanya, tetapi
kemudian berubah menjadi lebih bergairah dan sangat basah.
Bibir
itu benar-benar mencicipi setiap inchi bibirnya, tanpa ada yang ketinggalan
sedikitpun. Ciuman lelaki itu terasa semakin basah seiring waktu dan sesekali
lidahnya dikeluarkan, berusaha untuk mengaitkan ke lidahnya. Pada saat itu, dia
sudah berusaha dengan sangat keras untuk melepaskan ciuman lelaki tersebut.
Namun, tubuhnya terkunci sepenuhnya. Kedua telapak tangannya berada di depan
dada lelaki tersebut, dimana kedua tangan lelaki itu sudah mengunci tubuhnya
dan menggenggam erat pundaknya.
“Ayo
Alvan kabur, abis ini lu bakalan diperkosa. Lu mau diperkosa sama abang-abang
tukang gym, kabur bang###” teriak Alvan di dalam kepalanya. Semakin dia
berusaha bergerak mendorong tubuh lelaki tersebut itu semakin dia menguatkan
pelukannya. Diapun mulai merasakan benda lelaki tersebut sudah mulai
menggesek-gesek pinggang dan juga pahanya yang mulus tersebut. Yang membuat dia
semakin ketakutan dan khawatir akan benar-benar sangat jauh dicabuli oleh
lelaki tersebut.
Dia
akhirnya tidak memiliki pilihan lain lagi, selain sebuah cara yang tiba-tiba
muncul di kepalanya. Dia kemudian melemaskan tubuhnya dan membiarkan lelaki
tersebut benar-benar mencumbu bibirnya, yang kemudian turut merenggangkan
pelukannya. Ketika pelukan itu sudah benar-benar agak renggang, dia kemudian
memajukan wajahnya dan membalas cumbuan lelaki itu untuk sesaat sampai
akhirnya,”DUG!” terdengar sebuah bunyi yang sangat jelas diantara keduanya.
Alvan,
yang sudah tidak tahan dengan pencabulan itu akhirnya dengan keras membenturkan
kepalanya ke kepala Habibie, lelaki yang mencabulinya tersebut. Pelipis Habibie
benar-benar dihantam oleh jidat Alvan yang semula berada di depannya, namun
sudah berpindah menjauh ke sampingnya ketika dia sudah membenturkan kepala
mereka berdua. Hal tersebut tentu saja membuat Habibie terkejut dan menjadi
sadar sepenuhnya. Sehingga, tanpa disuruh dia benar-benar meninggalkan Alvan
sendirian di biliknya tanpa mengucapkan sepatah katapun selain sedikit menunduk
ketika memandangnya.
Menyadari
bahwa dirinya sudah terbebas dari cengkraman maniak yang hampir saja
memperkosanya, Alvan dengan sangat cepat membersihkan tubuhnya dan langsung
pergi meninggalkan bilik nista ini. Sialnya, dia masih harus mengganti
pakaiannya tersebut dan berganti dengan pakaian kantor yang ada di lokernya.
Tanpa berlama-lama, dia langsung mengemasi seluruh barangnya dan mengenakan
pakaiannya.
Ketika
dia hendak selesai berpakaian, tiba-tiba dia merasakan ada sebuah sosok yang
baru saja masuk ke dalam ruangan loker tersebut. Di kepala Alvan, dia hanya
berharap untuk tidak dicabuli di tempat ini ataupun terjadi hal aneh lainnya.
Yang untungnya, sampai dia selesai menggunakan seluruh pakaiannya, Habibie
tampak tidak menggubris kehadirannya di tempat tersebut – yang justru membuat
Alvan merasa lega karena tidak perlu untuk membenturkan kepalanya lagi.
Diapun
langsung keluar dari tempat tersebut dan menuju meja resepsionis, hendak
mengembalikan kunci lokernya yang diberikan oleh Habibie sebelumnya. Namun
sebelum dia pergi meninggalkan tempat tersebut, dia akhirnya memutuskan untuk
meninggalkan sekotak makanan yang sudah disiapkan olehnya. Sebuah makanan
sederhana dimana menuliskan sebuah tulisan kepada Habibie tepat sebelum dia
mulai untuk pemanasan di lantai dua, sebagai ucapan terima kasihnya karena
sudah mau mengajarinya hari ini.
“Mbak,
tolong kasih ini ya ke Mas Bibie” ucap Alvan sambil memberikan kotak tersebut
kepada wanita yang menjaga meja tersebut. Ketika dia mendengar langkah kaki
Habibie serta bayangannya dari kejauhan, Alvan kemudian tiba-tiba lari
meninggalkan tempat itu dan langsung pergi menuju kantornya. Dimana ketika di
jalan baru tersadar bahwa botol minumnya ketinggalan di meja resepsionis tadi.
“Aduh,
dasar gob###! Ngapain itu segala ditinggalin lagi, kan kerjaan banget harus
pergi ke tempat itu lagi, udah itu hadiah dari Jenifer lagi. Bisa digoreng gua
entar kalau dia tau botol itu ilang, matilah gua” umpatnya dalam hati.
-0-
“Eh,
temenin gua yok buat makan di luar. Lu lagi ga ada acara kan sama cewek lu
ataupun temen lu yang lain?” ucap sebuah suara dari belakang tubuhnya. Suara
yang dikenali dengan jelas oleh Alvan, dimana suara itu agak sedikit berbisik
di telinganya ketika dia dengar.
“Eh,
kak Mario” ucap Alvan dengan nada yang lemas dan tidak bersemangat.
Mario
melihat wajah Alvan dengan lekat, dimana dia kemudian menyadari bahwa ada
sesuatu yang salah dengan juniornya ini. Tak biasanya pria itu tidak
bersemangat seperti ini, terlebih selama dia bekerja disini, rekan kerjanya
selalu menceritakan bahwa Alvan merupakan anak yang periang yang dapat
mencairkan suasana di departemen yang di dominasi pria yang lebih tua dari
dirinya tersebut.
“Lu
kenapa? Sakit?” ucap Mario dengan wajah yang cukup khawatir.
“Enggak
kok kak, kaka bilang apa barusan?” balas Alvan dengan nada yang sama.
“Entar,
abis pulang kantor kita makan di luar. Lu harus ikut, ga boleh nolak” ucap
Mario dengan nada yang tegas. Alvan yang menyadari ucapan dari Mario tersebut
lantas hanya bisa mengangguk pelan dan kemudian menundukkan kepalanya. Melihat
hal tersebut Mario merasa yakin sepenuhnya bahwa ada sesuatu yang terjadi
kepadanya. Sesuatu yang dia sembunyikan sangat dalam dan mungkin tidak enak
untuk dibicarakan di tempat yang sangat umum seperti ini. Hal itu disadarinya
sebab dia sudah mengenal Alvan dengan sangat dekat, seorang junior yang selalu
menempel bagaikan permen karet di bawah kursi sekolah.
Selepas
jam kantor selesai, mereka berdua berjalan bersama menuju mobil Mario yang
diparkirkannya di basement kantor mereka. Mario menjemput Alvan di
departemennya, dimana dia terlihat sangat lesu dan tidak semangat di depan
komputernya. Mario membawakan sebuah tas jinjing Alvan ketika mereka berdua
berjalan menuruni anak tangga darurat menuju mobil Mario. Selama berjalan,
Mario memperhatikan Alvan dari belakang yang masih tidak semangat, dimana tubuh
lelaki itu terlihat membungkuk ketika berjalan.
Ketika
sampai di mobil Mario, Alvan langsung duduk di kursi penumpang disamping kursi
pengemudi yang akan diduduki Mario. Dari belakangnya, Mario meletakkan tas
tersebut di kursi belakang, dimana dia meletakkan tasnya dan juga tas Alvan bersebelahan.
Saat dia sudah meletakkan tas tersebut, Mario kemudian masuk ke dalam mobil dan
duduk di kursi pengemudi. Setelah dia menyalakan mobil, dia kemudian memanaskan
mobil tersebut untuk sesaat dan menyalakan pendingin udara.
“Kaka
tau kamu ada masalah” ucap Mario memecah keheningan.
Alvan
hanya berdeham dan memalingkan wajahnya ke sebelah kiri, dia tidak mengucapkan
sepatah kata apapun dan hanya bernafas dengan sangat lambat. Disampingnya,
Mario semakin penasaran dengan apa yang terjadi kepada lelaki tersebut. Diapun
mendekati tubuh lelaki tersebut, dimana wajahnya mendekati tengkuk Alvan.
Ketika wajah itu sudah cukup dekat, diapun mengendus tengkuk lelaki tersebut
dan menghembuskan nafasnya.
“Rambut
dan badan lu ga bau” ucap Mario tiba-tiba.
Hal
tersebut membuat Alvan kaget dan melihat lelaki tersebut dengan tatapan yang
menyeramkan. Melihat tatapan Alvan, Mario kemudian melayangkan tangannya ke
jidat Alvan,”Apaan sih, cuman ngecek lu udah mandi atau belum doang” ucap Mario
yang diiringi dengan cubitan kecil di hidung Alvan, sebelum terjadi ketegangan
diantara mereka.
Alvan
tersenyum kecil ke arah Mario.
Melihat
senyuman tersebut, lantas Mario juga ikut tersenyum. Dia kemudian menarik
kepala Alvan dan kemudian menggosok-gosokkan telapak tangannya di jidat Alvan,”Nih
ya, hukuman buat lu karena pasang muka jutek kayak tadi, adek gatau diri” ucap
Mario dengan tawa kecil.
“Aduh
ka, ampun, panas jidat gue” ucap Alvan dengan tawa kecil sambil memegangi
tangan Mario dan berusaha melepaskan tangan tersebut dari jidatnya. Mendengar
hal tersebut, Mario kemudian melepaskan tangannya dari jidat Alvan tersebut.
Namun tangan Alvan masih saja memegangi tangan Mario, takut lelaki tersebut
membalas dendamnya lagi kepadanya. Seluruh jari-jari Alvan masuk ke dalam
jari-jari Mario ketika dia menggenggam erat-erat tangan tersebut, dimana
tampaknya Alvan merasa sangat biasa dengan hal tersebut.
Mario
kemudian menatap dalam ke mata Alvan, dimana dia bisa melihat bayangannya
dengan jelas disana. Dia lantas meletakkan telapak tangannya yang lain diatas
punggung tangan Alvan, di gesekkan pelan punggung tangan Alvan tersebut,”Kaka
ga akan kerjain kamu lagi, ini tangannya dilepas ya” ucap Mario pelan dengan senyum
manisnya. Alvan kemudian mengganguk pelan dan melepaskan genggaman tangannya
tersebut dari tangan Mario.
Selama
di perjalanan, mereka tidak banyak bercakap-cakap sebab Mario sangat fokus
ketika sedang berada di jalan raya. Alvan juga tidak berusaha untuk memulai
pembicaraan. Dia sama fokusnya dengan Mario ketika sedang berada di jalan,
memperhatikan arus lalu lintas dan juga kendaraan serta jalan yang dilalui oleh
mereka.
“Kamu
mau pesen apa?” tanya Mario ketika mereka sudah sampai di sebuah restaurant
khas Thailand di mall tersebut. Alvan terdiam sebentar sebelum akhirnya
menjawab ucapan Mario tersebut,”Aku mau yang kayak biasa aja kak” ucapnya.
“Oh
yaudah” jawabnya.
“Mba,
saya mau order yang ini satu, yang ini satu sama dua bir dan dua thai tea ya”
ucap Mario kepada seorang pelayan restaurant tersebut sembari menunjukkan
beberapa menu yang ada di buku menu tersebut.
“Oke,
baik kak, ditunggu ya” ucap pelayan tersebut setelah mengkonfirmasi pesanan
mereka berdua dan kemudian berlalu menuju dapur restaurant tersebut.
“Jadi,
kamu mau cerita sekarang atau nanti setelah makan?” tanya Mario kepada Alvan
yang menengok-nengok ke arah seluruh ruangan restaurant ini.
“Nanti
aja, entar makanannya ga enak kalau aku cerita sekarang” ucap Alvan membalas
pertanyaan Mario tersebut dengan nada yang datar.
“Siap
bos” balas Mario yang kemudian langsung mengecek handphonenya yang berdering
tiba-tiba. Mereka berdua lantas sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Mario
sibuk mengecek pesan whatsapp dan email yang belum diperiksanya ketika dia
berada di kantor tadi, sedangkan Alvan mengecek instagramnya dan meninggalkan
tanda hati di beberapa post teman-temannya. Hingga kemudian aktifitas itu
tergantikan dengan makan di dalam keheningan ketika makanan mereka berdua sudah
datang.
“Baik,
silahkan tuan bercerita dan ceritakan secara rinci apa yang terjadi dengan anda”
ucap Mario sambil mendongakkan kepalanya ke arah Alvan.
“Gua
abis dicabulin sama cowok” ucap Alvan dengan sangat pelan, namun masih
terdengar di telinga Mario.
“Huh?!”
balas Mario dengan nada yang tertahan. Matanya sedikit melotot, wajahnya juga
terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Alvan barusan.
Alvan
hanya mengangguk pelan.
“Sekarang
ceritain ke kaka, siapa orang ini, gimana kejadiannya dan kapan, sudah sampe
sejauh mana dia bertindak” ucap Mario dengan tegas sambil menyilangkan
tangannya di dadanya. Melihat hal tersebut, Alvan tidak punya pilihan lain
selain menceritakan apa yang terjadi padanya, sesuai dengan perspektifnya. Dia
menceritakan dari awal kecurigaannya kepada Habibie sampai lelaki tersebut
benar-benar mencabulinya. Sesekali, sebulir air matanya terjatuh menceritakan
hal yang dialaminya tersebut kepada Mario.
Di
mata Alvan, tergambar sebuah rasa kesedihan, amarah, penyesalan dan juga pasrah
secara bergantian selama dia menceritakan kisahnya tersebut kepada Mario yang
sedari tadi mendengarkan dengan sangat khusyuk. Di wajah Alvan juga terlihat
sebuah guratan amarah ketika menyebutkan nama Habibie di setiap ceritanya. Di
dalam kisahnya tersebut, Habibie digambarkan sebagai seseorang pemerkosa yang
cabul, penuh dengan nafsu yang mendalam kepadanya dan memiliki banyak cara
untuk memanfaatkannya. Dimana semua itu ditelan mentah-mentah oleh Mario yang
sekarang ini sedang duduk di depannya dengan ekspresi emosi yang ditahan,”Dia
sekarang dimana?!” ucap Mario pelan dengan nada yang tegas.
“Gatau,
mungkin di tempat gymnya” balas Alvan dengan lugas.
“Bawa
kaka sekarang kesana, biar kaka banting semua badannya” ucap Mario pelan sambil
menahan emosinya. Ada urat yang tiba-tiba muncul di dahinya ketika dia
mengatakan hal tersebut, dimana wajahnya juga ikut memerah serta giginya ikut
gemetar.
Alvan
hanya mendengus pelan,”Udahlah ka, gausah dipikirin. Aku juga ga mau memperpanjang
masalah ini. Yang mau cuman lupain kejadian pagi ini dan anggap hal itu ga
pernah terjadi di kehidupanku. Yang mau aku inget dari hari ini cuman ka Mario berhasil
balikin mood aku, makanan thailand ini enak dan perasaan aku udah lega ketika
ceritain hal ini ke kaka” ucap Alvan kepada Mario.
Mario
kemudian menarik nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya,”Yaudah kalau
itu mau kamu, yang penting kamu jangan sampai berubah kayak tadi pagi. Kaka ga
suka ngeliat kamu terlalu lemes kayak tadi, kayak mayat hidup tau ga. Kalau dia
masih berusaha deketin kamu lagi atau mungkin berusaha ngejebak kamu, kasih tau
kaka, biar kaka bantu buat ngasih tinju ke muka dia” ucap Mario dengan nada
yang tegas.
“Iya
kak, thank you buat bantuannya” balas
Alvan.
“Yaudah,
ayo balik deh sekarang, takut gua nyampe rumah kemaleman” ucap Mario, yang
kemudian berjalan menuju meja kasir untuk membayar makanan mereka berdua.
“Oke
kak” ucap Alvan yang kemudian berdiri dari meja dan langsung keluar dari
restaurant tersebut.
Ketika
sedang menunggu Mario yang sedang mengantri untuk membayar di depan pintu
restaurant tersebut tanpa sengaja dia bertemu dengan Markus,”Eh, lu abis makan
disini? Gimana gym lu hari ini?” tanya Markus dengan nada yang riang yang
kemudian menyalam tangan Alvan.
“Gua
ga cocok bro kayaknya di tempat itu, gua mau pindah aja kayaknya” ucap Alvan
dengan nada yang malas.
“Lah,
kenapa? Tempatnya jorok atau kenapa? Kalau ada komplain, langsung aja ngomong
ke Mas Bibie, dia pasti langsung segera tanganin cuy” ucap Markus dengan lugas.
Alvan
hanya menggelengkan kepalanya mendengar hal tersebut,”Enggak, bukan itu. Tempat
itu banyak gay-nya, risih gua digodain sama gay disitu, apalagi ownernya” ucap
Alvan dengan senyum yang sinis dan juga jijik.
Markus
hanya memberikan wajah yang penuh kebingungan,”Maksud lu, Mas Habibie gay?
Sejak kapan?” ucap Markus dengan nada yang penuh tanya.
Melihat
Markus yang kebingungan, Alvan juga menjadi bingung,”Lah, lu gatau” ucapnya
dengan nada yang bingung. Mereka berdua kemudian terdiam untuk sesaat, dimana
keadaan berubah menjadi canggung.
“Eh,
ada lu van disini, sama siapa lu?” ucap Gary dengan nada riang menghampiri
mereka berdua yang sedang mematung berdiri di depan pintu restaurant tersebut.
Ketika
Gary baru saja berbicara, Mario kemudian muncul dari belakang Alvan dan
tiba-tiba memeluk tubuh Alvan dari belakang. Tangan sebelah kanan Mario
melingkari dada Alvan, sedangkan tangan kirinya melingkari perut Alvan,”Dia
sama gue, lu pada abis makan juga” ucap Mario membalas ucapan Gary tersebut.
“Iya
nih ka” ucap Gary dengan wajah yang cukup terkejut.
Mario
kemudian melepaskan pelukannya dari tubuh Alvan,“Hmm, kalau gitu kita duluan ya,
gua takut kemaleman sampe rumah” ucapnya yang kemudian menarik bahu Alvan untuk
segera jalan bersamanya.
“Oke
bye, ketemu besok” ucap Markus sambil melambaikan tangannya, yang kemudian
dibalas dengan lambaian tangan kedua orang tersebut sambil berjalan.
“Gua
abis liat mereka ciuman tadi di mobil” ucap Gary dengan nada yang lugas dan
wajah serius ketika Alvan dan Mario sudah berada cukup jauh dari mereka.
“Huh?!” ucap Markus bingung dan terkejut secara bersamaan.
Apakah yang akan terjadi di episode berikutnya? Nantikan update berikutnya.Jangan lupa untuk vote setiap episode dan juga follow akun wattpad https://www.wattpad.com/story/224504110-the-most-thin-man, jika vote sudah tembus lebih dari 15,000, author akan langsung keluarkan sequel dari cerita ini.
Eeeh ternyata ada di blog juga, mantap bang 👍
BalasHapus